Menikah adalah salah satu tugas perkembangan manusia yang umumnya dilalui pada masa dewasa awal. Menikah bukan hanya menjalin hubungan yang memungkinkan kita untuk mengembangkan identitas diri bersama pasangan, namun juga memupuk tanggung jawab bersama untuk membentuk keluarga yang saling mendukung dan bertumbuh satu sama lain. Makna dari pernikahan ini berbeda dengan hubungan romantis biasa sehingga dibutuhkan komitmen yang lebih besar. Komitmen inilah yang menjadi pertimbangan tersendiri bagi kaum muda untuk memutuskan menikah.
Gagasan kaum muda tentang pernikahan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Alasan mengapa orang jatuh cinta dan menikah bervariasi antarbudaya. Beberapa kondisi yang telah membentuk gagasan kaum muda tentang pernikahan adalah perubahan perilaku seksual, ketersediaan metode yang andal untuk kontrasepsi kehamilan, perubahan peran gender, ancaman perceraian, penerimaan status single, dan paparan media yang menyoroti sisi gelap dari pernikahan, misalnya tingkat kelahiran anak di luar nikah, perselingkuhan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, adanya tuntutan dan harapan sosial tentang keturunan dan pengasuhan anak dalam pernikahan juga mempengaruhi gagasan kaum muda untuk menikah. Kondisi-kondisi ini memunculkan kekhawatiran bagi sebagian orang sehingga mereka akhirnya takut untuk menikah.
Takut menikah diartikan sebagai ketakutan untuk menikah yang tidak normal dan terus-menerus. Individu yang takut untuk menikah mengalami kecemasan yang tidak semestinya, meskipun mereka mungkin secara rasional menyadari bahwa keadaan pernikahan tidak menimbulkan ancaman bagi mereka. Mereka mungkin takut akan tantangan hidup dengan orang lain dan tanggung jawab membesarkan keluarga, atau khawatir gagal sebagai pasangan seksual.
Penyebab pasti dari ketakutan akan pernikahan terkadang tidak diketahui. Beberapa hal dapat berkontribusi pada ketakutan untuk menikah termasuk lingkungan, pengasuhan, dan trauma masa kecil, misalnya memiliki orang tua yang bercerai, riwayat keluarga dengan penyakit kejiwaan, terutama kecemasan, dan peristiwa emosional yang terjadi dalam konteks pernikahan (ex: kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, kekerasan seksual, dan lain-lain)
Lalu, apa yang bisa dilakukan jika kamu memiliki ketakutan untuk menikah?
Mengenali sumber ketakutanmu terhadap pernikahan dapat membantu kesejahteraan dirimu dan pasanganmu. Kamu dapat mencari bantuan dari terapis, dokter, atau psikolog untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab ketakutan yang kamu miliki sehingga kamu dapat mengatasi trauma masa lalu dan melupakannya. Jika yang kamu takutkan adalah perayaan atau ritual pernikahan, maka kamu bisa membuatnya menjadi lebih sederhana. Kamu dapat mewujudkan acara pernikahan seperti yang kamu impikan, penuh ketenangan dan intim.
Memberikan makna baru terhadap pernikahan akan membantumu melihat harapan baru dan memandang pernikahan dengan positif. Tujuan menikah bukan hanya persatuan antara kamu dan pasangan yang akan memenuhi kebutuhan secara emosional, fisik dan material, namun juga kebutuhan spiritual. Menikah adalah bagian dari aktivitas spiritual yang sakral yang berhubungan dengan keyakinan kita kepada Tuhan. Kamu akan bisa menghadapi ketakutan terhadap pernikahan karena kamu memiliki tujuan yang ingin kamu capai dengan menikah.
Menikah bukan untuk sekadar menikahi seseorang yang mencintaimu, namun seseorang yang tetap akan bertahan bahkan ketika kamu tidak begitu menyenangkan atau dalam keadaan yang bukan versi terbaikmu. Carilah pasangan yang cocok, bisa saling menghargai dan mendukung, yang bukan hanya melihat sisi baikmu, tapi juga poin-poin burukmu.
Kamu akan mendapatkan pasangan yang bisa menjadi teman diskusi, merayakan beberapa pesta, pergi liburan bulan madu, dan keuntungan lainnya dari menikah, seperti rumah baru, asuransi kesehatan yang lebih murah, pajak penghasilan yang lebih rendah, dan pengelolaan keuangan yang lebih mudah.
Banyak sumber tersedia untuk memandumu memilih pasangan dengan bijak, memulai hubungan romantis yang sehat dan membangun, dan mempersiapkan pernikahan yang langgeng dan memuaskan. Kamu juga dapat mengunjungi orang-orang yang dapat kamu jadikan role model sebagai pernikahan yang bahagia.
Salah satu cara terbaik untuk mengatasi rasa takut adalah dengan mengekspos diri kamu terhadap apa yang kamu takuti. Pergi ke pesta pernikahan bisa menjadi cara yang bagus untuk membantumu mengatasi rasa takut akan pernikahan. Berada di sekitar pernikahan dan pasangan bahagia akan membantumu mengubah caramu memandang pernikahan. Mendatangi pesta pernikahan dapat membantumu untuk melihat bukti bahwa ada pernikahan yang indah dan bahagia.
Pernikahan yang hebat bukanlah ketika “pasangan sempurna” bersatu. Menerima dirimu apa adanya dan menerima kehidupanmu di masa lalu akan menjadi awal bagimu untuk mengatasi ketakutan untuk menikah. Penerimaan ini akan membantumu menemukan pernikahan yang hebat, yang bisa saling belajar, saling mendukung, dan saling menikmati perbedaan dan ketidaksempurnaan yang ada.
References:
Puput Mariyati merupakan Psikolog Klinis yang memiliki peminatan pada bidang kesehatan mental dewasa dan keluarga. Isu-isu psikologi yang ia gemari adalah depresi dan stress; parenting; perkembangan anak, khususnya anak berkebutuhan khusus (special needs); serta pendekatan terapi kognitif-perilaku dan psikologi positif. Bagi pemilik motto hidup “man jadda wajada” ini, mendalami dan berperan sebagai praktisi di bidang psikologi adalah salah satu jalan baginya untuk bisa menebar manfaat pada orang lain.
Alumni Sarjana Psikologi, Universitas Indonesia, Depok
Alumni Magister Profesi Psikologi Klinis, Universitas Airlangga, Surabaya
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3358-21-2-1