Anak-anak prasekolah sering kali terlihat berbicara sendiri saat bermain atau mengeksplorasi lingkungannya. Aktivitas berbicara pada diri sendiri ini disebut juga dengan private speech, self-talk, atau self-instruction. Tahukah Sahabat Harapan bahwa proses self-talk ini diperlukan oleh anak untuk menunjang perkembangan kognitif dan bahasanya? Self-talk memungkinkan anak menghubungkan kata-kata, tindakan dan ide, dan memfasilitasi perencanaan dan pemikiran kritis di masa depan. Anak dikatakan mampu berpikir ketika mereka berbicara, bahasa menjadi alat untuk merefleksikan pemikiran dan tindakan mereka.
Self-talk atau private speech adalah aktivitas berbicara keras, berbisik, atau diam-diam bergumam pada diri sendiri. Self-talk adalah ucapan-ucapan, baik yang menyertai atau mendahului tindakan dan ucapan tersebut berfungsi untuk memotivasi dan mengatur diri sendiri. Anak-anak prasekolah mengucapkan kata-kata dengan keras untuk membantu mengarahkan tindakan mereka dan memusatkan perhatian mereka pada apa yang mereka lakukan.
Beberapa contoh self-talk dibagi menjadi dalam kategori berikut: mengobrol dengan diri sendiri, mengulang kata atau kalimat yang pernah didengar, bermain pura-pura, membentuk ekspresi tertentu. Selain itu memberi komentar atau berbicara pada objek yang bukan manusia, pertanyaan yang dijawab sendiri yang menggambarkan atau memandu aktivitas seseorang, membaca keras, dan bergumam.
Self-talk muncul pada masa balita, frekuensinya memuncak selama masa kanak-kanak awal (usia 3-5 tahun). Kemudian secara bertahap berkurang selama tahun-tahun awal sekolah dasar sampai dewasa. Aktivitas self-talk akan terus bergeser, diawali dari self-talk terbuka (dengan suara keras), menjadi hanya berupa bisikan, sampai pada akhirnya benar-benar tidak terlihat (diam atau berbicara di dalam hati tanpa bersuara).
Penelitian menemukan bahwa self-talk yang muncul pada usia sekolah dasar, membantu anak untuk bisa mandiri, membantu memecahkan masalah dan mengatur diri sendiri terutama pada saat mengerjakan tugas-tugas. Hal ini karena self-talk akan membantu anak untuk mengarahkan diri sesuai dengan ucapan yang katakan. Sebagai contoh, pada aktivitas belajar anak akan bergumam, “Ambil buku, buka halaman, kerjakan soal!”, perkataan yang diucapkan akan memandu tindakan anak. Self-talk umumnya banyak terjadi saat anak merasa bingung, merasa kesulitan melakukan sesuatu, atau saat membuat kesalahan.
Studi menunjukkan bahwa balita dan anak prasekolah yang berbicara sendiri selama mengerjakan tugas mungkin lebih baik dalam mengendalikan perilaku dan emosi mereka selama melakukan atau melewati aktivitas yang sulit. Penelitian juga menemukan bahwa anak prasekolah akan melakukan tugas-tugas motorik lebih baik ketika mereka berbicara keras kepada diri mereka sendiri (baik secara spontan atau ketika disuruh melakukannya) daripada ketika mereka diam.
Salah satu momen penting dalam perkembangan kognitif terjadi ketika anak prasekolah mulai menggunakan bahasa sebagai alat berpikir untuk mengarahkan perilakunya sendiri. Dalam teori belajar sosial Vygotsky, private speech merupakan tanda dari terjadinya proses kognitif awal dari anak dan memungkinkan orang dewasa untuk mendengar bagaimana anak berpikir tentang perilaku mereka dan memilih tindakannya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak-anak menjelajah dunia tidak hanya menggunakan fisik dan motoriknya, tetapi dengan bahasa.
Sebaiknya orang tua tidak melarang anak saat self-talk atau private speech sedang terjadi. Orang tua dapat ikut bermain atau menanggapi anak saat anak sedang bermain peran, misalnya. Secara bertahap, orang tua bisa mulai mengajarkan kepada anak perbedaan antara aktivitas yang nyata dan imajiner.
Orang tua perlu khawatir apabila self-talk lebih banyak terjadi saat anak baru saja mengalami peristiwa traumatis, ditindas atau diperlakukan dengan tidak baik oleh orang lain, dan atau anak dikucilkan secara sosial. Misalnya, anak berbicara sendiri dengan disertai dengan perubahan emosi yang meledak-ledak (menangis, berteriak, ketakutan), anak menyampaikan bahwa ia mendengar sesuatu yang menyuruhnya melakukan sesuatu, atau berbicara yang tidak sesuai dengan konteks dengan kegiatan yang sedang dilakukan. Segera periksakan ke dokter atau psikolog untuk mengetahui apakah self-talk terjadi karena tidak mendapatkan komunikasi timbal balik yang cukup dari pengasuh atau teman sebayanya.
Referensi
Blackburn, Carolyn (2018) Young Children’s Use of Private Speech in Early Childhood Settings: Moving from a deficit approach to a rights and agency approach. In: Seen and Heard: Exploring Participation, Engagement and Voice for Children with Disabilities. Peter Lang, Oxford. ISBN 9781787075184
Murphy, Althea, “Value of self-talk in an early childhood setting” (1999). Graduate Research Papers. 1244. https://scholarworks.uni.edu/grp/1244 x
White, C., & Daugherty, M. (2009). Creativity and Private Speech in Young Children. In A. Winsler, C. Fernyhough, & I. Montero (Eds.), Private Speech, Executive Functioning, and the Development of Verbal Self-Regulation (pp. 224-235). Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/CBO9780511581533.018
Paramita Estikasari adalah seorang psikolog klinis dengan spesialisasi pada bidang psikologi klinis anak dan remaja. Mita merupakan lulusan sarjana psikologi Universitas Diponegoro dan melanjutkan studi magister dan profesi psikolog di Universitas Indonesia. Selain mendalami parenting, tumbuh kembang anak, dan anak berkebutuhan khusus, Mita juga memiliki ketertarikan pada lingkup hubungan relasi romantis dan pernikahan. Umumnya Mita menggunakan pendekatan dalam konseling/terapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy dan pendekatan Behaviorisme.
No.SIPP (Surat Izin Praktik Psikologi): 3692-21-2-1