“Wanita yang memilih untuk tidak menjadi ibu sering kali diperingatkan bahwa mereka akan menyesali keputusan mereka di kemudian hari, namun tidak ada yang membicarakan kemungkinan bahwa wanita yang memilih untuk menjadi ibu juga dapat menyesali keputusan mereka.” – Orna Donath
Tulisan ini saya buat atas dasar pemikiran personal saya mengenai pilihan untuk menjadi seorang ibu, sebelum akhirnya saya membaca sebuah buku yang ditulis Orna Donath dengan judul Regretting Motherhood. Buku ini berisi rangkuman hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap penyesalan wanita yang memutuskan untuk menjadi seorang ibu. Secara personal, saya menuliskan tulisan ini dengan tujuan untuk memberikan perspektif baru kepada lingkungan sosial kita bahwa menjadi seorang ibu merupakan pilihan yang dapat dipilih oleh wanita dan keputusan untuk menjadi seorang ibu atau tidak adalah hak wanita. Selain itu, saya juga ingin memberikan gambaran kepada para ibu yang menyesali keputusannya untuk menjadi seorang ibu bahwa mereka tidak sendiri.
Menjadi seorang ibu memberikan perasaan senang, bahagia, sempurna, bangga, dan puas. Hal ini tidak dapat dipungkiri. Namun di sisi lain, menjadi seorang ibu juga memberikan rasa frustasi, kesal, marah, dan kecewa. Kita tidak dapat memungkiri bahwa seorang ibu juga manusia biasa sehingga dapat secara sadar atau tidak sadar melukai, melecehkan, atau bahkan membunuh orang lain. Hal ini menyadarkan kita bahwa menjadi seorang ibu–seperti peran lain dalam hidup kita–dapat memberikan perasaan menyesal dan dampak dari penyesalan ini dapat, namun tidak selalu, membahayakan ibu maupun anak. Penyesalan pada umumnya merupakan reaksi emosional terhadap sebuah keputusan dan dapat terjadi pada seluruh hubungan yang dimiliki individu dengan orang lain.
Penyesalan terjadi karena adanya perbandingan yang melibatkan pilihan yang telah diambil dan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan keinginan dan alternatif pilihan lain yang dianggap dapat memberikan hasil yang lebih positif. Penyesalan, seperti emosi lainnya, merupakan emosi subjektif yang merefleksikan nilai, kebutuhan, pilihan, dan riwayat personal, namun penyesalan juga dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungan.
Menjadi ibu bukanlah hal yang mudah, bahkan menjadi ibu adalah salah satu pekerjaan paling sulit yang bisa dilakukan seseorang. Memberikan perawatan dan kasih sayang kepada orang lain, membentuk karakter dan kestabilan kognitif, emosi, dan perilaku seseorang hingga mereka dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dari orang lain, merupakan pekerjaan yang sulit dan penuh tanggung jawab. Membebankan semua pekerjaan ini kepada wanita, dan meminta pertanggung jawaban kepada wanita setiap kali terjadi kesalahan dalam prosesnya, hal ini menjadi salah satu faktor yang membentuk penyesalan dalam diri wanita.
Peran atau ekspektasi masyarakat terhadap tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang ibu menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perasaan tertekan yang dirasakan seorang ibu sehingga menimbulkan penyesalan karena telah mengambil peran ini. Faktor-faktor lain seperti kurangnya dukungan sosial dan kemampuan secara finansial bagi seorang ibu untuk dapat memenuhi kebutuhan juga dapat mempengaruhi. Apabila kita menganggap kegagalan wanita dalam beradaptasi menjadi seorang ibu merupakan sebuah tanda kurangnya usaha dalam setiap prosesnya untuk menjadi seorang ibu, itu berarti kita menutup mata terhadap lingkungan sosial yang memaksa wanita untuk menjadi seorang ibu dan konsekuensi yang harus dihadapi seorang ibu akibat paksaan itu.
Para ibu yang mengalami kesulitan dalam perjuangan mengasuh anak tidak dibiarkan untuk berpikir bahwa pilihan untuk menjadi seorang ibu adalah pilihan yang salah. Ibu yang menyesal atas pilihannya untuk menjadi ibu dianggap egois, gila, wanita yang tidak sempurna, dan tidak bermoral. Pada kenyataannya, perasaan menyesal dirasakan banyak ibu, namun tidak banyak yang membicarakan penyesalan ini. Hal ini membuat perasaan yang sebenarnya nyata menjadi tidak dapat dibahasakan. Tidak banyak orang yang mengetahui atau menyadari bahwa penyesalan yang dirasakan seorang ibu atas peran yang saat ini diembannya tidak berhubungan dengan rasa cinta yang dimiliki seorang ibu terhadap anaknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Donath, sebagian besar subjek penelitian menunjukkan perbedaan antara perasaan mereka mengenai pengalaman menjadi ibu dan apa yang dirasakan terhadap anak mereka. Mereka menunjukkan rasa cinta terhadap anak mereka, namun membenci peran yang harus dijalani sebagai seorang ibu.
Kesadaran akan adanya penyesalan dalam proses menjadi seorang ibu merupakan pengingat bagi lingkungan untuk dapat mempermudah proses bagi wanita untuk menjadi seorang ibu. Kesadaran akan adanya penyesalan ini dapat membantu untuk merubah anggapan bahwa ibu adalah objek yang tujuannya adalah untuk terus melayani orang lain–dan menghubungkan kesejahteraan dirinya hanya kepada kesejahteraan anaknya–dan menyadari bahwa ibu merupakan subjek yang memiliki tubuh, pikiran, emosi, imajinasi, dan ingatan, dan dapat mengevaluasi pilihannya sendiri. Selain itu, kesadaran ini dapat menghindarkan ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya dari konsekuensi yang mungkin harus ditanggung karena seseorang harus menjalani perannya sebagai ibu dengan setengah hati. Kesadaran akan adanya penyesalan ini dapat menjadi pengingat bagi para wanita yang memilih untuk menjadi ibu untuk mempersiapkan diri dengan matang, baik secara kognitif, emosional, dan perilaku.
Peran lingkungan terhadap peran yang dijalani orang tua sangatlah besar. Sering kali, lingkungan berfokus pada regenerasi tanpa memaknai setiap proses yang harus dijalani, tanpa peduli pada kesiapan fisik dan mental dari individu untuk membentuk manusia lain yang berkarakter. Lingkungan menganggap bahwa menjadi orang tua merupakan sebuah pencapaian, tanpa mempertimbangkan anak yang dilahirkan akan dididik dan dibesarkan dengan cara apa. Pasangan yang hidup menderita dengan lima orang anaknya akan dianggap lebih baik daripada pasangan lain yang hidup bahagia tanpa anak. Hal ini membuat kita merasa bahwa tidak ada pilihan lain bagi kita selain untuk menjadi orang tua. Namun, seiring berkembangnya jaman, mulai terjadi perubahan pemikiran. Kesadaran akan pilihan yang dapat diambil oleh orangtua, ibu khususnya, mulai dirasakan sehingga dapat membantu mengurangi dampak dari penyesalan yang dapat dirasakan. Penyesalan yang dirasakan atas pilihan yang sudah diambil sendiri, dan penyesalan yang dirasakan atas pilihan yang dipaksakan kepadanya dapat memberikan dampak yang berbeda.
Biarkan wanita memilih dan menentukan peran yang akan diambil dalam hidupnya, biarkan mereka menjalani konsekuensi dari pilihan mereka sendiri.
Reference:
Donath, O. (2015). Regretting motherhood: a sociopolitical analysis. Signs: Journal of Women in Culture and Society, 40(2), 343-367.
Donath, O. (2017). Regretting motherhood: A study. California: North Atlantic Books.
Zafirah adalah seorang psikolog klinis dengan spesialisasi pada psikologi klinis anak dan dewasa. Zafirah menyelesaikan pendidikan Sarjana Psikologi di Universitas Tarumanagara dan pendidikan Magister Psikologi Profesi Klinis di Universitas Airlangga. Zafirah memiliki ketertarikan pada berbagai permasalahan psikologis, seperti kecemasan, depresi, permasalahan perilaku dan intelektual pada anak, permasalahan dalam hubungan dan pernikahan, serta permasalahan psikologis lainnya.
Zafirah percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan yang dihadapi dalam hidup, mereka hanya memerlukan orang yang tepat untuk diajak berdiskusi mengenai permasalahan itu.
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3357-21-2-1