“Your voice with them will become their own inner voice. Their ability to adjust, get creative, be resilient – it all comes from their relationship with you.”
Unknown
Attachment atau kelekatan dapat dipahami sebagai sebuah kedekatan emosional yang mengikat antara orang tua dan anak. Kelekatan sangat mempengaruhi kesejahteraan fisik, psikologis, perilaku, dan perkembangan anak agar dapat tumbuh dan berhasil sebagai orang dewasa yang matang. Kelekatan merupakan pondasi awal perkembangan individu, yang memungkinkan “bangunan” kehidupannya kokoh sampai akhir.
Bowlby, seorang ahli yang mengembangkan teori kelekatan menekankan bahwa pengalaman kelekatan awal menciptakan template seumur hidup individu dalam memandang hubungan dan proses timbal balik dalam berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Kelekatan diperlukan oleh individu agar dapat mengeksplorasi, belajar, berhubungan, dan mensejahterakan diri dengan “sehat”. Kelekatan menjadi penting karena merupakan salah satu alat pertahanan diri untuk mengembangkan rasa aman, kemampuan meregulasi stres, kemampuan beradaptasi, dan kemampuan untuk bisa bertahan dari situasi yang sulit atau dikenal dengan istilah resiliensi.
Pola kelekatan anak secara substansial sangat dipengaruhi oleh orang tua atau pengasuh di masa awal perkembangan anak. Kelekatan merupakan hubungan timbal balik sehingga keduanya (ibu dan anak) akan saling berkontribusi untuk mengembangkan kelekatan dan keterikatan. Proses terjadinya kelekatan dimulai saat ibu atau pengasuh merespon dan memaknai suara, postur, ekspresi wajah, dan gerakan bayi dengan sentuhan, nada suara, dan gerakan yang lembut dan segera. Membuat bayi kembali merespon dan memberi makna pada tanggapan ibunya seperti: “oh, saat aku menangis, dia akan datang untuk membantuku. Orang ini bisa kupercaya. Aku aman dan bersama dia”. Proses timbal balik ini akan terus terjadi sepanjang rentang kehidupan anak.
Anak terus belajar dari kita sebagai orang dewasa dalam memaknai kehidupan. Kelekatan menyediakan jalan untuk memudahkan anak belajar. Sebagai contoh, saat kita berharap anak dapat lulus SMP dengan baik, tetapi kita tahu bahwa ia memiliki masalah pada konsentrasi dan fokusnya dalam belajar. Kelekatan yang terbentuk dengan baik akan membantu kita sebagai orang tua untuk mau dan mampu untuk memahami kondisi anak dengan tepat. Diawali dari melatih kesabaran diri sebagai orang tua agar dapat bersama-sama dengan anak bergerak menuju tujuan yang sama, yaitu anak dapat lulus SMP dengan baik. Anak akan memperhatikan bagaimana kesabaran kita dalam mendampingi mereka selama periode yang sama-sama membuat frustasi. Anak akan melihat cara kita mendemonstrasikan tugas-tugas yang dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, cara meminta bantuan saat dibutuhkan, dan menyelesaikan tugas-tugas sampai akhir. Dengan mengawasi orang tuanya “berproses”, anak juga akan membangun kegigihan tersebut bahkan saat menghadapi situasi lain yang terasa lebih sulit dibanding mengerjakan tugas. Tanpa adanya keterikatan, orang tua tidak dapat melihat tanda-tanda kebutuhan pada anak sehingga secara otomatis tidak dapat memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan tepat dan sesuai. Secara tidak langsung, anak akan kehilangan momen untuk belajar “sesuatu” dengan tepat dari orang tuanya.
Pada akhirnya, kelekatan tidak sekedar kalimat “apakah anak-anak terikat dengan kita, orang tuanya?”, tetapi pada “apakah mereka mengalami dan merasakan hubungan yang berharga, dapat diandalkan, aman dan nyaman dengan orang tua mereka?
Anak dengan pola keterikatan yang tidak aman umumnya memiliki masalah pada kemampuan untuk meregulasi atau mengelola emosi yang akan dibawa sampai dewasa. Dampaknya anak sulit mengatur emosi, mudah marah saat keinginannya tidak terpenuhi, sulit untuk menjalin dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, sangat waspada terhadap orang lain, merasa rendah diri, kesulitan untuk mempercayai hubungan dengan orang lain, sampai kesulitan untuk mengontrol emosi, bahkan keterikatan yang tidak dibangun dengan baik sejak kecil akan meningkatkan “kemarahan” pada hubungan anak dan orang tua.
Depresi, penyalahgunaan obat, stres, kecemasan, kelelahan pada ibu dapat merusak proses terjadinya kelekatan. Kondisi tersebut menghalangi figur lekat, ibu contohnya, untuk dapat membaca isyarat sosial pada anak dan “kehalusan” dalam merespon isyarat sosial. Sebagai contoh, saat ibu lelah ia tidak akan dapat merespon tantrum anak dengan tenang, justru sebaliknya akan memarahi, memukul, atau membiarkan anak. Respon dari ibu, seperti yang telah disampaikan sebelumnya, akan dipersepsikan kembali oleh anak sebagai strategi dalam mengatasi frustasi: marah dan memukul. Kondisi ini juga akan membuat anak merasa ketakutan dan ditolak.
Sepanjang proses kehidupan, individu sangat terikat dengan gaya kelekatan ini, mulai dari menjadi penyendiri sampai dengan mendambakan perhatian dan persetujuan dalam membangun hubungan dengan orang lain. Oleh sebab itu, penting untuk membangun keterikatan yang positif dengan anak dengan memberikan memori-memori indah sepanjang rentang kehidupan anak.
Bagaimana Sahabat Harapan? Siapkan diri untuk memperbaiki kelekatan dengan anak yang mungkin belum terbentuk dengan baik ya. Artikel selanjutnya akan membahas tentang jenis-jenis kelekatan dan dampaknya pada perkembangan anak sampai dewasa. Stay tuned!
Referensi:
Karakaş, N. M., & Dağlı, F. Ş. (2019). The importance of attachment in infant and influencing factors. Turk pediatri arsivi, 54(2), 76–81. https://doi.org/10.14744/TurkPediatriArs.2018.80269.
Rees C. (2007). Childhood attachment. The British journal of general practice : the journal of the Royal College of General Practitioners, 57(544), 920–922. https://doi.org/10.3399/096016407782317955
Juni 2, 2017. Diunduh dari: https://www.circleofsecurityinternational.com/2017/06/02/the-benefits-of-secure-attachment/
Paramita Estikasari adalah seorang psikolog klinis dengan spesialisasi pada bidang psikologi klinis anak dan remaja. Mita merupakan lulusan sarjana psikologi Universitas Diponegoro dan melanjutkan studi magister dan profesi psikolog di Universitas Indonesia. Selain mendalami parenting, tumbuh kembang anak, dan anak berkebutuhan khusus, Mita juga memiliki ketertarikan pada lingkup hubungan relasi romantis dan pernikahan. Umumnya Mita menggunakan pendekatan dalam konseling/terapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy dan pendekatan Behaviorisme.
No.SIPP (Surat Izin Praktik Psikologi): 3692-21-2-1