Menjadi orang tua merupakan perjalanan yang panjang dan tidak mudah. Selalu ada tantangan di setiap tahapan usia anak. Mulai dari fase growth spurt ketika bayi, balita yang tantrum hingga kejadian sehari-hari seperti anak menumpahkan makanannya, sulit disuruh mandi dan sebagainya. Semua interaksi orang tua bersama anak punya peluang untuk memicu stres dalam pengasuhan. Menurut Dr Dan Siegel, Profesor bidang Psikiatri di UCLA School of Medicine, dalam kondisi stres orang tua rentan kehilangan kontrol dan membiarkan emosi yang mengontrol reaksinya. Reaksi terjadi begitu cepat sehingga orang tua tidak sempat memikirkan apakah reaksi tersebut akan berdampak negatif pada anak atau tidak. Untuk itulah mindful parenting hadir sebagai salah satu pendekatan pengasuhan yang melatih orang tua untuk lebih bijak dalam merespon perilaku anak sehingga terbentuk hubungan orang tua dan anak yang sehat.
Mindful parenting merupakan proses pengasuhan dimana orang tua berusaha melakukan yang terbaik untuk bisa meregulasi dirinya sehingga mampu memberikan perhatian, penerimaan, dan bersikap welas asih baik kepada diri sendiri maupun kepada anak, ketika interaksi anak dan orang tua terjadi. Menurut Duncan et al (2009), ada lima dimensi dari mindful parenting yaitu mendengarkan dengan penuh perhatian, penerimaan diri dan anak tanpa menghakimi, kesadaran akan emosi yang dirasakan diri dan anak, regulasi diri dalam hubungan pengasuhan, sikap welas asih kepada diri sendiri dan anak.
Orang tua mendengarkan dengan penuh perhatian ketika berinteraksi dengan anak, yakni peka dengan isi pembicaraan, nada suara anak, ekspresi wajah dan bahasa tubuh anak. Keempat hal tersebut menjadi informasi yang digunakan orang tua untuk mampu mendeteksi kebutuhan anak atau maksud yang ingin disampaikan oleh anak.
Orang tua menerima karakter bawaan dan perilaku anak maupun diri sendiri sebagai orang tua. Orang tua berusaha menyelaraskan harapannya terhadap anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Dengan demikian, orang tua mampu menyeimbangkan antara tujuannya sebagai orang tua dengan kebutuhan dan keinginan anak. Orang tua juga menerima bahwa dalam proses pengasuhan selalu ada tantangan dan tidak ada yang sempurna.
Orang tua mampu menyadari emosi yang dirasakannya maupun emosi yang dirasakan anak sehingga ketika interaksi orang tua-anak terjadi, orang tua mampu merespon anak dengan penuh kesadaran dan pertimbangan. Orang tua juga mampu menahan emosi negatif yang kuat karena menyadari bahwa hal tersebut hanyalah emosi sesaat yang muncul.
Mindful parenting melatih orang tua untuk berhenti sejenak sebelum bereaksi terhadap perilaku anak sehingga melatih regulasi diri, baik orang tua maupun anak. Ketika orang tua mampu meregulasi dirinya dengan baik, secara tidak langsung orang tua mengajarkan anak bagaimana meregulasi diri.
Mindful parenting melibatkan rasa empati terhadap diri sendiri sebagai orang tua serta anak. Orang tua yang menerapkan mindful parenting akan memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhan anak secara tepat dan berusaha memberikan kenyamanan pada anak ketika ia sedang merasakan stres. Selain itu, orang tua pun akan bersikap welas asih terhadap dirinya sendiri, tidak terjebak dengan menyalahkan diri sendiri ketika tujuannya sebagai orang tua tidak tercapai. Orang tua akan lebih bisa menerima bahwa dalam proses pengasuhan yang paling penting adalah usaha yang dilakukan dibandingkan dengan hasil atau tujuannya.
Mindful parenting membuat pengasuhan menjadi lebih bahagia dan menyenangkan, baik untuk anak maupun orang tua. Siegel dan Hartzel (2003) menuliskan bahwa mindful parenting merupakan salah satu cara yang mendorong terbentuknya secure-attachment antara orang tua dan anak. Anak-anak yang memiliki secure-attachment dengan orang tua atau pengasuh mereka akan memiliki kontrol emosi yang baik, lebih resilien ketika menghadapi kesulitan, dan lebih empati kepada orang lain. Mindful parenting juga mengurangi kecemasan dan stres pada orang tua. Pada anak, mindful parenting terkait dengan kemampuan anak dalam membuat keputusan dan regulasi emosi.
Lalu, bagaimana caranya agar kita sebagai orang tua bisa menerapkan mindful parenting, terutama di situasi sulit saat berinteraksi dengan anak? Metode STOP merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melatih mindful parenting. Berikut penjelasannya beserta contoh situasinya.
Contoh situasi: pulang sekolah tiba-tiba saja anak minta dibelikan mainan lalu menangis meraung-raung karena tidak dipenuhi permintaannya.
Penerapan Metode STOP:
Stop. Tunggu beberapa saat sebelum bereaksi terhadap perilaku anak.
Take a few deep breath. Tarik napas dalam-dalam dengan hidung dan keluarkan perlahan melalui mulut. Rasakan otot-otot mengendur dan rileks. Lakukan beberapa kali pernapasan bila dirasa perlu.
Observe. Perhatikan dengan seksama, apa yang Anda pikirkan dan rasakan. Apakah saat itu Anda merasa kesal atau marah karena perilaku anak atau ada hal lain yang memancing emosi tersebut? Apakah Anda merasa ingin membentak, kepala pusing dan lainnya? Amati juga kondisi anak saat itu, apakah dia sedang lelah, lapar atau marah? Bagaimana kira-kira perasaannya saat itu? Anda bisa mengamati nada bicara dan gestur tubuhnya.
Proceed. Terima semua perasaan dan pikiran diri sendiri maupun anak. Kaitkan dengan hal-hal yang Anda amati diproses sebelumnya, seperti “Iya aku merasa marah karena perilakunya. Rasanya aku ingin berteriak menyuruhnya diam. Namun anakku biasanya tidak begini, sepertinya dia sedang lelah atau mungkin ada kejadian yang tidak menyenangkan di sekolah sehingga ia jadi mudah marah?”. Dengan begitu, Anda akan bisa lebih tenang dalam merespon perilaku anak dan lebih tepat memenuhi kebutuhan anak saat itu, misalnya Anda tetap tenang menemani anak hingga selesai tantrum lalu mengajaknya untuk minum dan tidur siang.
Bagaimana Ayah dan Bunda, siap melatih diri untuk mempraktekkan mindful parenting di rumah? Satu hal yang penting untuk diingat adalah mindful parenting bukanlah istilah untuk menggambarkan kesempurnaan dalam pengasuhan. Akan tetapi, mindful parenting menekankan usaha terbaik yang bisa dilakukan oleh orang tua. Dengan mindful parenting, orang tua selalu punya kesempatan untuk terus memperbaiki diri dalam berinteraksi dengan anak. Selamat berlatih!
Referensi
Duncan, L.G., Coatsworth, J. D., & Greenberg, M.T. (2009). A model of mindful parenting: Implications for parent-child relationship and prevention research. Journal of Clinical Psychology, 12: 255-270. DOI 10.1007/s10567-009-0046-3
Siegel, D.J., & Hartzell, M. (2003). Parenting from the inside out: How a deeper self understanding can help you raise the children who thrive. New York: Penguin
Vieten, C & Astin, J. (2008). Effects of a mindfulness-based intervention during pregnancy on prenatal stress and mood: Results of a pilot study. Arch Woman Mental Health, 11(1):67-74. DOI 10.1007/s00737-008-0214-3
What is Mindful Parenting (n.d). headspace.com. Diakses tanggal 30 Maret 2022, dari https://www.headspace.com/mindfulness/mindful-parenting
Wong, K., Hicks, L. M., Seuntjens, T. G., Trentacosta, C. J., Hendriksen, T., Zeelenberg, M., & van den Heuvel, M. I. (2019). The Role of Mindful Parenting in Individual and Social Decision-Making in Children. Frontiers in psychology, 10, 550. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.00550
Aisyah Ibadi merupakan seorang Psikolog Klinis dengan peminatan psikologi klinis anak.
Selain memiliki ketertarikan pada tumbuh kembang anak, ia juga tertarik dengan isu-isu kesehatan mental seperti kecemasan, parental burnout dan praktik mindfulness dalam kegiatan sehari-hari. Ia ingin ilmu psikologi yang dimiliki bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
Alumni Sarjana Psikologi Universitas Indonesia
Alumni Magister Profesi Klinis Anak Univ. Indonesia
No. SIPP 0275-22-2-2
STR 112482123-4589179 (ED. 2028)