Rasa syukur (gratitude) merupakan sebuah emosi, dihasilkan dari proses sosial-emosional yang menimbulkan rasa senang, bahagia, berterima kasih karena menerima sesuatu sehingga individu menunjukkan apresiasinya kepada pemberi. Rasa syukur timbul melalui proses kognitif yang kompleks. Untuk bisa memiliki rasa syukur, individu harus memiliki kapasitas kognitif yang cukup baik agar mampu melakukan elemen-elemen rasa syukur berikut ini:
Pada anak-anak usia dini, hal yang lumrah jika mereka belum menunjukkan rasa syukur. Penelitian di bidang perkembangan mengenai emosi positif menemukan bahwa perasaan berterima kasih dan berpikir secara positif dapat berkembang sejak usia 5 tahun. Namun karena prosesnya yang cukup kompleks, anak-anak baru benar-benar memiliki rasa syukur mulai usia 7 tahun dan semakin meningkat hingga usia remaja. Referensi lain menyebutkan rasa syukur biasanya mulai ditunjukkan oleh anak di rentang usia middle childhood, yaitu sekitar 6-12 tahun. Pada rentang usia ini, kemampuan kognitif anak semakin berkembang, ditandai dengan kemampuannya untuk lebih fleksibel dalam berpikir, mengembangkan self-awareness dan mampu mengidentifikasi serta memahami perasaan orang lain. Kemampuan kognitif tersebut dibutuhkan anak untuk bisa bersyukur. Meskipun demikian, tentu saja butuh proses yang tidak instan agar anak bisa bersyukur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih sedini mungkin agar ia nantinya tumbuh menjadi individu yang pandai bersyukur.
Rasa syukur memiliki dampak positif bagi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada orang dewasa, rasa syukur berkaitan dengan kepuasan hidup yang lebih tinggi, kesehatan fisik yang lebih baik, gejala psikopatologi yang lebih sedikit dan fungsi sosial yang lebih optimal. Sejalan dengan hal itu, tingkat rasa syukur yang tinggi berkaitan dengan rendahnya gejala-gejala depresi pada anak. Lebih jauh dijelaskan bahwa anak-anak dengan tingkat rasa syukur yang tinggi lebih mampu untuk membingkai ulang kejadian negatif yang dialami secara lebih baik dan dengan emosi yang lebih positif. Selain itu, beberapa ahli berpendapat bahwa kunci utama kebahagiaan adalah rasa syukur. Tingkat rasa syukur yang tinggi membantu seseorang meningkatkan kemampuan dirinya untuk bisa menikmati kejadian positif dalam hidupnya sekaligus memblokir perasaan negatif. Tidak hanya berdampak diri sendiri, rasa syukur juga berdampak pada lingkungan sosial. Menekankan rasa syukur pada masa perkembangan anak memiliki implikasi bagi kontribusi anak kepada komunitas dan masyarakat secara keseluruhan.
Melihat begitu banyaknya manfaat positif dari rasa syukur terhadap individu, kemudian timbul pertanyaan, bagaimana awalnya seseorang memiliki rasa syukur? Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang tua memegang peranan kunci dalam mensosialisasikan emosi negatif maupun positif kepada anak, termasuk rasa syukur.
Orang tua dapat menumbuhkan rasa syukur melalui berbagai praktek pengasuhan, yaitu:
Hussong, A. M., Halberstadt, A., Langley, H. A., Thomas, T. E., & Coffman, J. L. (2022). Parents’ responses to children’s ingratitude are associated with children’s gratitude and internalizing 3 years later. Journal of family psychology : JFP : journal of the Division of Family Psychology of the American Psychological Association (Division 43), 36(1), 80–91. https://doi.org/10.1037/fam0000855
Rothenberg, W. A., Hussong, A. M., Langley, H. A., Egerton, G. A., Halberstadt, A. G., Coffman, J. L., Mokrova, I., & Costanzo, P. R. (2017). Grateful parents raising grateful children: Niche selection and the socialization of child gratitude. Applied developmental science, 21(2), 106–120. https://doi.org/10.1080/10888691.2016.1175945
Vizy, B. K. (2017). Parental Socialization of Child Gratitude and Links to Child Outcomes. Graduate Theses, Dissertations, and Problem Reports, 6877. https://doi.org/10.33915/etd.6877
Aisyah Ibadi merupakan seorang Psikolog Klinis dengan peminatan psikologi klinis anak.
Selain memiliki ketertarikan pada tumbuh kembang anak, ia juga tertarik dengan isu-isu kesehatan mental seperti kecemasan, parental burnout dan praktik mindfulness dalam kegiatan sehari-hari. Ia ingin ilmu psikologi yang dimiliki bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
Alumni Sarjana Psikologi Universitas Indonesia
Alumni Magister Profesi Klinis Anak Univ. Indonesia
No. SIPP 0275-22-2-2
STR 112482123-4589179 (ED. 2028)