Caregiver adalah sebutan untuk orang yang mengurusi atau memberikan perawatan kepada individu yang membutuhkan, misalnya individu dengan penyakit kronis (kanker, jantung, stroke, dan lainnya) ataupun yang memiliki disabilitas. Caregiver bisa dari keluarga ataupun orang yang bukan keluarga, yakni pekerja profesional (misalnya perawat lansia). Adapun tugas caregiver umumnya membantu dan mendampingi individu dalam menjalankan keseharian, termasuk membantu dalam hal merawat diri pasien, konsumsi obat dan suplemen, kontrol ke dokter, dan sebagainya. Tulisan kali ini khusus membahas caregiver yang berasal dari keluarga.
Menjadi caregiver merupakan perjalanan yang panjang dan menantang. Tak jarang, caregiver rentan mengalami stres bahkan burnout. Burnout adalah kondisi dimana seseorang mengalami kelelahan secara mental, emosional dan fisik, karena terpapar oleh stres yang berlebihan dan berkepanjangan. Dari penelitian-penelitian ditemukan bahwa caregiver mengalami penurunan kesehatan mental dan fisik karena stres. Stres pada caregiver disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya ketidaksiapan menjalani peran sebagai caregiver, waktu yang dihabiskan caregiver bersama pasien, strategi coping yang dimiliki caregiver, ketidakpastian akan kondisi kesehatan pasien, tingkat keparahan penyakit yang diderita pasien, dukungan sosial, dan kondisi keuangan. Sebagai contoh, sebuah penelitian pada anggota keluarga yang memiliki anak dengan kanker. Setelah anak menjalani pengobatan selama satu tahun, caregiver melaporkan gejala-gejala kecemasan dan depresi. Begitu pula pada keluarga yang menjadi caregiver pada pasien stroke yang melaporkan gejala-gejala depresi. Jadi sebetulnya, ketika seseorang memiliki penyakit kronis atau disabilitas, tidak hanya kesehatan mentalnya yang rentan terganggu, namun juga orang-orang di sekelilingnya terutama caregiver-nya.
Gejala stres pada caregiver bisa beragam. Misalnya, caregiver menjadi mudah marah dan frustasi pada satu waktu, lalu kemudian merasa tidak berdaya. Kesulitan berkonsentrasi pun merupakan gejala stres yang biasanya muncul. Akibatnya, caregiver menjadi sering berbuat kesalahan atau kecerobohan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, seperti salah memberikan obat kepada pasien. Selain itu, caregiver bisa memunculkan perilaku yang membahayakan kesehatan, seperti minum-minuman beralkohol dan merokok. Adapun gejala lainnya adalah:
Caregiver rentan untuk merasa ‘terjebak’ pada peran yang dijalani dan merasa tidak berdaya untuk mengubah situasi menjadi lebih baik. Perasaan itu menjadi salah satu yang berkontribusi pada munculnya burnout dan depresi. Untuk itulah, caregiver perlu menumbuhkan rasa berdaya dengan cara-cara berikut ini:
Ketika dihadapkan pada kesulitan, rasa frustasi muncul karena individu terlalu fokus pada hal-hal besar yang sulit untuk diubah atau bahkan tidak bisa diubah. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk memilah, mana yang tidak bisa diubah dan bisa diubah serta memfokuskan diri pada hal-hal yang bisa diubah atau dikontrol. Dengan begitu, individu lebih mudah untuk menerima keadaan yang sedang dijalani. Termasuk menerima bahwa peran sebagai caregiver merupakan pilihan yang harus dijalani, serta opsi yang memang dipilih sebagai bentuk perhatian kepada anggota keluarga yang sakit. Sebagai caregiver, Sahabat Harapan boleh merasa bahwa diri terbebani, namun fokuskan pada alasan-alasan positif mengapa Sahabat Harapan bisa dan mau menjalani peran sebagai caregiver. Misalnya, untuk membalas budi baik orang tua yang telah merawat Sahabat Harapan sejak kecil, atau ingin memberikan teladan kepada anak bagaimana berbakti kepada orang tua. Alasan-alasan ini dapat memotivasi Sahabat Harapan sebagai caregiver untuk bertahan menghadapi situasi sulit. Sahabat bisa mempelajari lebih jauh bagaimana cara menerapkan penerimaan dalam kehidupan sehari-hari di artikel ini.
Misalnya, dengan menjadi caregiver untuk orangtua yang sakit, kita menjadi lebih dekat secara fisik dan emosional, menjadi pribadi yang lebih kuat, dan sebagainya.
Meskipun merawat kesehatan orang lain, caregiver tetap harus memperhatikan kesehatan diri, baik fisik maupun psikologis. Sebagai contoh, makan dengan gizi seimbang, tidur yang cukup, rutin berolahraga dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Selain itu, pelajari juga beragam teknik relaksasi dan mempelajari strategi untuk mengelola stres ataupun kecemasan. Sempatkan untuk beristirahat atau mengambil jeda meskipun sejenak, di antara aktivitas harian.
Anggota keluarga yang lain, kerabat ataupun teman tidak akan tahu bahwa Sahabat Harapan membutuhkan bantuan jika Anda tidak mengkomunikasikannya. Oleh karena itu, bicarakan dan mintalah bantuan. Sahabat Harapan bisa membuat daftar nama orang yang bisa dimintai tolong, misalnya berbelanja keperluan harian, memasak, dan sebagainya. Menanggung semua beban sendirian memperbesar kemungkinan Sahabat Harapan terkena burnout. Berdayakan anggota keluarga yang lain untuk berbagi tanggungjawab dalam merawat pasien.
Saat ini sudah ada beberapa support group yang tidak hanya menyediakan dukungan bagi pasien, tetapi juga bagi caregiver-nya. Memiliki support group membuat caregiver merasa tak sendiri, memiliki teman ‘senasib’ yang menghadapi hal sama, serta mendapat tips atau masukan dari pengalaman caregiver lain. Support group biasanya terbagi berdasarkan jenis penyakit yang dialami pasien, di antaranya ada:
Byun, E., Evans, L., Sommers, M., Tkacs, N., & Riegel, B. (2019). Depressive symptoms in caregivers immediately after stroke. Topics in stroke rehabilitation, 26(3), 187-194.
Hepburn, K., & Link, G. (2015). caregiver stress. Office on Women’s Health by U.S. Departement of Health and Human Services. Diunduh dari https://www.womenshealth.gov/a-z-topics/caregiver-stress
Katz, L. F., Fladeboe, K., King, K., Gurtovenko, K., Kawamura, J., Friedman, D., Compas, B., Gruhn, M., Breiger, D., Lengua, L., Lavi, I., & Stettler, N. (2018). Trajectories of child and caregiver psychological adjustment in families of children with cancer. Health psychology : official journal of the Division of Health Psychology, American Psychological Association, 37(8), 725–735. https://doi.org/10.1037/hea0000619
Kim, DeokJu. (2017). Relationships between caregiving stress, depression, and self-esteem in family caregivers of adults with a disability. Occupational Therapy International: 1686143. https://doi.org/10.1155/2017/1686143
Melinda, S. (2022). caregiver stress and burnout. Diakses dari https://www.helpguide.org/articles/stress/caregiver-stress-and-burnout.htm
Aisyah Ibadi merupakan seorang Psikolog Klinis dengan peminatan psikologi klinis anak.
Selain memiliki ketertarikan pada tumbuh kembang anak, ia juga tertarik dengan isu-isu kesehatan mental seperti kecemasan, parental burnout dan praktik mindfulness dalam kegiatan sehari-hari. Ia ingin ilmu psikologi yang dimiliki bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
Alumni Sarjana Psikologi Universitas Indonesia
Alumni Magister Profesi Klinis Anak Univ. Indonesia
No. SIPP 0275-22-2-2
STR 112482123-4589179 (ED. 2028)