Setiap manusia pasti akan mengalami penuaan. Penuaan adalah proses alami yang terjadi akibat pertambahan umur yang disertai adanya perubahan fisik, psikologis, maupun sosial. Salah satu perubahan yang umum terjadi saat menua adalah demensia. Sebagian besar dari kita menganggap demensia sebagai kepikunan yang normal. Tapi nyatanya, demensia ini bukanlah bagian dari penuaan yang normal lho, Sahabat Harapan.
Menurut WHO, demensia adalah sindrom yang bersifat kronis atau progresif yang menyebabkan penurunan fungsi kognisi (otak). Dementia umum terjadi pada masa lansia, yaitu pada saat usia 60 tahun ke atas, tapi dapat juga menyerang orang berusia 40-an tahun. Penurunan fungsi kognitif terjadi secara menyeluruh dengan tingkat keparahan yang cukup mengganggu kehidupan. Ciri khas dari demensia adalah gangguan kognitif dan fungsi lainnya, seperti kemampuan berbahasa dan merawat diri sendiri.
Penderita demensia mengalami penurunan fungsi kognitif pada berbagai aspek, seperti memori, penalaran, orientasi, pemahaman, perhitungan, kemampuan visuospasial, kapasitas belajar, bahasa, penilaian, kontrol emosional, perilaku sosial, atau motivasi. Penurunan ini menyebabkan gangguan konsentrasi, perubahan pola tidur, ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mengenakan pakaian atau mengemudi, dan bahkan muncul masalah perilaku seperti depresi, halusinasi, dan gagasan bunuh diri. Ada penderita demensia yang mengalami perubahan kepribadian dan kesulitan dalam pengambilan keputusan
Demensia diakibatkan oleh berbagai penyakit dan cedera primer atau sekunder yang mempengaruhi sistem saraf pusat otak, seperti penipisan kolinergik, aktivitas kejang, dan stroke. Penelitian lain menemukan beberapa penyakit yang terkait dengan demensia, misalnya penyakit Alzheimer, Wernicke-Korsakoff, neurosifilis, Huntington, HIV/AIDS, penyakit Creutzfeldt-Jacob dan kekurangan vitamin B12 atau vitamin D, multiple sclerosis, Parkinson, hyperthyroidism atau hypothyroidism, urinary tract infection, anemia, dan brain tumors.
Diagnosa demensia dilakukan melalui pemeriksaan status mental dan kognitif, asesmen neurologis, asesmen psikiatri, asesmen fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari. Mini-Mental State Examination (MMSE) adalah penilaian status mental yang komprehensif untuk menilai kognisi dan penalaran pasien demensia, seperti tingkat kesadaran, penampilan dan perilaku, suasana hati, pembicaraan dan bahasa, persepsi dan keyakinan serta kognisi.
Ada empat jenis demensia berdasarkan penyebabnya, yaitu demensia Frontotemporal, demensia Lewy bodies, demensia vaskular, dan demensia Alzheimer. Demensia Alzheimer merupakan demensia yang paling umum ditemui. Yuk kita simak disini apa saja 10 gejala demensia Alzheimer:
Pada tahap awal penyakit, penderita demensia mengalami gangguan memori, mudah kehilangan arah dan waktu, hilang di tempat yang akrab dan menunjukkan kesulitan dalam membuat keputusan. Saat demensia berkembang ke tahap tengah, penderita bisa menjadi sangat pelupa dan membutuhkan bantuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti berbelanja, berpakaian, dan mandi. Pada tahap lanjut, penderita mungkin tidak mengenali kerabat atau teman dan menampilkan perubahan perilaku yang dapat mengganggu orang-orang di sekitar.
Nah, kalau Sahabat Harapan merasa ada anggota keluarga yang mungkin menderita demensia, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah memastikan pasien untuk mengunjungi dokter. Setelah diperiksa oleh dokter, Sahabat Harapan dapat membantu pasien dengan menjadi caregiver atau pengasuh dengan cara:
Jika Sahabat Harapan sudah melakukan tips di atas, namun masih kesulitan atau mengalami kelelahan dalam merawat lansia dengan demensia, maka Sahabat Harapan dapat menghubungi Customer Care LEMBAR HARAPAN melalui Whatsapp 081-237-101-636 atau mendaftar langsung pada menu “daftar konseling” untuk melakukan konseling.
Referensi:
Puput Mariyati merupakan Psikolog Klinis yang memiliki peminatan pada bidang kesehatan mental dewasa dan keluarga. Isu-isu psikologi yang ia gemari adalah depresi dan stress; parenting; perkembangan anak, khususnya anak berkebutuhan khusus (special needs); serta pendekatan terapi kognitif-perilaku dan psikologi positif. Bagi pemilik motto hidup “man jadda wajada” ini, mendalami dan berperan sebagai praktisi di bidang psikologi adalah salah satu jalan baginya untuk bisa menebar manfaat pada orang lain.
Alumni Sarjana Psikologi, Universitas Indonesia, Depok
Alumni Magister Profesi Psikologi Klinis, Universitas Airlangga, Surabaya
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3358-21-2-1