Mengapa Anak-Anak Suka Melamun?

Apakah Anda pernah menyaksikan murid yang melamun saat belajar di kelas? Atau, Anda mendapati anak Anda tampak melamun saat tengah bermain atau beraktivitas? Fenomena ini merupakan hal yang wajar ditemui pada masa kanak-kanak. Colin D. Ferrie, seorang ahli dari Departemen Neurologi Anak di Inggris menjelaskan bahwa melamun melibatkan perhatian anak pada pemikiran internal mereka daripada pada lingkungan eksternal. Melamun terjadi saat ada pergeseran perhatian dari tugas fisik atau tugas mental utama karena adanya tanggapan persepsi terhadap rangsangan eksternal. 

Smallwood dan Schooler (2006) berpendapat bahwa melamun artinya pikiran sedang mengembara. Saat pikiran mengembara, perhatian menjadi terbagi antara informasi internal dan eksternal, yang dikenal sebagai pemisahan perhatian. Ini bisa terjadi karena ketidakmampuan individu untuk hadir dan mengintegrasikan informasi dari lingkungan eksternal. Melamun mencegah keberhasilan penyandian (encoding) informasi dari lingkungan. Penelitian menemukan bahwa fenomena melamun dihubungkan dengan aktivitas di jaringan default daerah kortikal yang aktif saat otak beristirahat (Mason et al., 2007). Ketika otak tidak memiliki hal lain yang harus dilakukan, jaringan saraf bekerja untuk meninjau apa yang sudah diketahui dan membayangkan kemungkinan lain yang akhirnya menjadi objek lamunan. 

Anak-anak sering tempak melamun karena mereka mungkin mengalami kebosanan atau “tenggelam” dalam pikirannya seperti sedang memikirkan sesuatu secara khusus. Anak mungkin berfokus pada suatu pengalaman yang terjadi di rumah atau dengan teman. Mereka berpikir keras tentang sesuatu yang lebih penting bagi mereka daripada apa yang terjadi di kelas. Mereka mungkin merasa bosan di kelas karena sudah tahu materinya atau tidak tertarik dengan topik atau materi tersebut. Mungkin juga guru menyajikan materi dengan cara yang tidak melibatkan mereka.

Bagaimana mengenali perilaku melamun pada anak? 

Perilaku melamun anak dapat dilihat dari ekspresi muka anak yang tampak sayu, menatap kosong atau menatap ke angkasa. Kadang-kadang mata mungkin ditutup, sambil kepala merosot ke depan. Saat melamun, anak memiliki ucapan yang tidak disuarakan atau justru menggumamkan sesuatu dan bersenandung. 

Episode melamun bisa singkat atau lama, tergantung pada gangguan di sekitarnya. Lamunan dapat dihentikan dengan memanggil nama anak atau apa pun yang merusak pikiran mereka. Biasanya stimulus yang dibutuhkan ringan, tapi pada beberapa anak yang melamun dengan ‘berpikir mendalam” perlu stimulus yang lebih kuat, misalnya sentuhan. 

Kapan perilaku melamun anak menjadi negatif atau maladaptif

Jika perilaku melamun ini terjadi sesekali, tentu ini tidak menjadi masalah. Penelitian menunjukkan bahwa melamun dapat menjadi sumber kreativitas dan pengembangan keterampilan sosial, serta membantu mengatasi frustasi (Glausiusz, 2009; Killingsworth & Gilbert, 2010). Namun jika melamun sering terjadi pada anak, mungkin ada hal lain yang bersifat maladaptif atau patologis yang menyebabkan distres berat dan gangguan fungsional. Lamunan menjadi maladaptif jika disertai aktivitas fantasi yang berlebihan, meresap, mendalam dan hidup, yang menghasilkan pemborosan waktu yang signifikan, kehilangan kendali, dan perasaan kecanduan, serta merusak fungsi sehari-hari, misalnya sulit membentuk dan mempertahankan hubungan, kesulitan dalam mengenali dan mengelola, menghalangi proses pembelajaran atau akademik dan pengembangan profesional (Somer & Herscu, 2017; Somer et al., 2016a). 

Bagaimana mengatasi perilaku melamun pada anak?

Mendorong anak untuk melamun dengan cara yang sehat di tempat yang sesuai. 

Melamun memberi anak “visualisasi kreatif” dan “bayangan masa depan”. Daripada menghentikan petualangan mental mereka, orang tua bisa mendorong mereka untuk melamun dengan cara yang sehat di tempat terbuka, seperti di lingkungan hijau subur, udara segar, dan sinar matahari karena alam memainkan peran penting dalam meningkatkan inspirasi dan mewujudkan lamunan yang merangsang kreativitas. Orang tua perlu memberi batasan agar melamun tidak dilakukan saat anak belajar di sekolah atau saat mengerjakan tugas/pekerjaan. 

Ajari keterampilan untuk memfokuskan perhatian. 

Jika anak terlalu sering melamun, kita dapat membantu menghentikan lamunan dengan memanggil nama anak atau menyentuh anak. Ajari anak untuk menjadi lebih sadar diri dengan membantu mereka mempelajari keterampilan untuk memfokuskan kembali perhatian mereka. Ada sebuah teknik yang bisa diajarkan, yaitu memberi anak alat yang akan bergetar atau mengeluarkan suara setiap detik atau menit (sesuaikan dengan pola melamun anak). Saat perangkat bergetar atau mengeluarkan suara, anak harus menandai pada selembar kertas, apakah pada saat itu, dia sedang melamun. Orang tua dapat membantu anak untuk belajar bagaimana melakukan ini dan kemudian dia dapat mencobanya sendiri. Cara lain yang bisa dilakukan untuk melatih fokus anak adalah mengajari anak “mindful breathing”, yaitu fokus memperhatikan pernafasan. 

Meningkatkan nutrisi dan mencukupi waktu istirahat anak 

Mengonsumsi makanan bergizi dapat membantu anak untuk memiliki kontrol yang lebih baik atas perhatiannya serta lebih fokus pada tugas yang dihadapi sepanjang hari. Memastikan anak memiliki waktu istirahat yang cukup juga dapat membantu anak mengurangi perilaku melamun. Kurang tidur dapat menyebabkan lebih banyak melamun dan memungkinkan anak terhanyut dalam pikiran sendiri terutama di lingkungan yang tidak begitu menghibur.

Mengubah strategi dan lingkungan belajar anak

Jika Anda adalah seorang guru atau pendidik, ubah strategi dan lingkungan pengajaran menjadi lebih menarik dan melibatkan anak sehingga dapat membantu mereka lebih fokus

Jika Anda masih kesulitan untuk mengatasi perilaku melamun anak Anda setelah mencoba tips di atas, jangan ragu untuk berbicara dengan profesional agar mereka dapat membantu Anda mengidentifikasi sumber penyebab perilaku anak dan memberikan panduan serta dukungan yang optimal untuk membantu anak Anda mengatasi masalah mereka. 

Referensi

Ferrie, C. D. (2010). Daydreaming and childhood preoccupation. Journal of Pediatric Neurology, 8(01), 057-058. 

Griffin, R. (n.d). Why do some kids daydream so much during class?. https://www.understood.org/en/articles/why-kids-daydream

Lindquist, S. I., & McLean, J. P. (2011). Daydreaming and its correlates in an educational environment. Learning and Individual Differences21(2), 158-167.

Psych Central. (December, 2014). https://psychcentral.com/pro/child-therapist/2014/12/helping-the-daydreaming-child#1

Sándor, A., Bugán, A., Nagy, A., Nagy, N., Tóth-Merza, K., & Molnár, J. (2021). Childhood traumatization and dissociative experiences among maladaptive and normal daydreamers in a Hungarian sample. Current Psychology, 1-17.

2021 © All Rights Reserved. LembarHarapan.id