Ketika menjalin sebuah hubungan romantis, pasangan akan menghadapi berbagai tantangan dan diuji untuk mempertahankan hubungan. Tantangan tersebut salah satunya adalah hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship (LDR). Banyak informasi yang beredar bahwa menjalani LDR bukan sebuah pilihan yang baik. Banyak yang meyakini bahwa LDR adalah awal mula hubungan akan berakhir. Meskipun akses dan media komunikasi berkembang dengan sangat pesat, namun kenyataannya banyak pasangan yang merasa tidak cukup puas dengan perkembangan ini untuk mempertahankan hubungan mereka.
Pines, dalam tulisan bukunya berjudul “Falling in Love” menjelaskan beragam hal yang berkaitan dengan fenomena cinta. Dalam buku ini, Pines menjelaskan mengenai proximity theory (teori kedekatan) yang berkaitan dengan cinta, daya tarik dan pemilihan pasangan. Setelah membaca buku dari Pines, penulis kemudian menemukan bahwa kedekatan atau kehadiran fisik memiliki pengaruh yang besar dalam peningkatan perasaan positif pada hubungan romantis. Hal inilah yang membuat penulis akhirnya menjelaskan fenomena LDR dikaitkan dengan proximity theory.
Dalam psikologi sosial, prinsip proximity theory menunjukkan bahwa orang-orang yang lebih dekat bersama dalam lingkungan fisik lebih mungkin untuk membentuk hubungan daripada mereka yang berada jauh. Dalam konsep proximity theory, Pines menjelaskan bahwa seseorang memilih pasangan atau tertarik dengan orang lain berkaitan dengan jarak geografis dan paparan berulang (repeated exposure). Mengetahui sekilas tentang konsep tersebut mungkin membuat Sahabat Harapan berpikir bahwa hubungan yang kuat adalah ketika jarak antara satu dengan lainnya dekat serta seringnya pasangan bertemu satu sama lain. Namun, faktanya konsep ini tidak sesederhana itu. Mari kita simak selengkapnya di bawah ini.
Letak Geografis
Penelitian menunjukkan bahwa apabila individu berada pada tempat atau jarak yang dekat satu sama lain, maka kemungkinan mereka untuk menjalin hubungan yang positif akan lebih tinggi. Kedekatan jarak geografis, tempat tinggal, posisi rumah dan lain-lain meningkatkan kemungkinan individu untuk lebih memilih menikah dengan seseorang yang berada di lingkungan terdekatnya. Tidak hanya pada hubungan romantis, penelitian tentang ketertarikan yang dilakukan secara longitudinal menjelaskan bahwa jarak geografis yang dekat (misalnya bertetangga, satu kelas, rekan kerja, sesama anggota organisasi) terbukti mempengaruhi seseorang untuk memiliki ketertarikan fisik dengan orang lain yang juga berada di dekatnya. Contohnya, seorang siswa akan lebih tertarik untuk menjalin persahabatan dengan teman sebangkunya atau membuat peer-group yang sama-sama berada pada kelas kursus menari.
Fenomena ini menjadi salah satu tantangan bagi pasangan yang menjalani LDR. Sosok pasangan yang berada jauh seringkali tergantikan dengan orang lain yang lebih dekat secara fisik di lingkungan kita, misalnya lingkungan kerja, teman organisasi, teman sekelas di kampus/sekolah dan lain-lain. Faktanya, hal ini memang akan lebih memungkinkan individu untuk tertarik dengan orang yang berada di dekatnya karena perasaan positif yang terus terbangun. Sebaliknya, perasaan positif terhadap pasangan yang berada jauh cenderung akan menurun karena minimnya kehadiran mereka secara fisik.
Repeated Exposure
Repeated exposure atau paparan berulang dalam konsep jatuh cinta menjelaskan bahwa rasa tertarik (attraction) kita pada seseorang akan cenderung meningkat ketika kita dihadapkan pada orang tersebut secara berulang kali dalam kondisi yang positif. Repeated exposure adalah sebuah fenomena dimana kita akan memiliki perasaan yang positif pada orang yang familiar. Robert Zajonc memberikan 35 foto orang asing pada subjek penelitian dan meminta subjek untuk melihat beberapa foto tersebut dalam frekuensi waktu tertentu. Hasil menunjukkan bahwa subjek memiliki perasaan positif pada foto orang yang diperlihatkan dalam frekuensi waktu yang lebih lama dibandingkan foto yang hanya dipaparkan dalam durasi singkat. Penelitian lainnya, beberapa mahasiswi diminta untuk masuk ke sebuah kelas, ada yang masuk pada semua mata kuliah dan ada yang hanya masuk pada mata kuliah tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa menunjukkan ketertarikan yang lebih tinggi pada mahasiswi yang masuk pada seluruh kelas dibandingkan yang hanya dilihat beberapa kali di dalam kelas.
Perasaan positif atau ketertarikan akan meningkat ketika repeated exposure bersifat positif. Namun, apabila repeated exposure ditunjukkan atau dipasangkan dengan perilaku negatif, maka perasaan negatif yang akan meningkat. Misalnya, ketika kita dihadapkan pada seseorang yang berulang kali menunjukkan ekspresi marah pada diri kita, maka kian hari perasaan benci atau marah dalam diri kita juga akan terus meningkat.
Apakah LDR Selalu Gagal?
Pines dalam bukunya membahas mengenai “Does Temporary Separation Increase or Decrease Romantic Love?” (Apakah perpisahan sementara meningkatkan atau menurunkan perasaan cinta romantis?). Hal ini sesuai dengan pembahasan mengenai apakah LDR kemudian menjadi faktor utama adanya penurunan rasa cinta di antara pasangan? Mengingat proximity theory menjelaskan pentingnya kedekatan fisik untuk meningkatkan perasaan positif dan daya tarik dalam sebuah hubungan.
Terdapat dua sudut pandang mengenai temporary separation (perpisahan sementara), salah satunya LDR yang sedang dibahas pada tulisan ini. Pandangan pertama yaitu: “jauh di mata, maka jauh di hati”. Sama halnya seperti proximity theory yang melibatkan jarak geografis dan paparan berulang berkontribusi untuk meningkatkan ketertarikan fisik dan emosional terhadap orang lain, maka sangat memungkinkan apabila individu tertarik dengan orang lain ketika jauh dari pasangannya. Meski demikian, ternyata proximity theory ini tidak dapat berdiri sendiri sebagai penentu keberhasilan hubungan LDR. Pandangan ini memiliki kondisi khusus, dimana apabila sepasang kekasih memang sudah memiliki kerenggangan ketika dekat, maka ketika mereka mengalami perpisahan sementara, hubungan mereka juga akan menjadi lebih rendah serta perasaan romantis akan menurun. Hal ini menyebabkan individu lebih mudah untuk tertarik dengan orang lain yang lebih dekat dengannya secara fisik.
Pandangan kedua berpendapat bahwa perpisahan sementara dapat meningkatkan perasaan cinta romantis pada sebuah pasangan. Hal ini disebabkan karena kemampuan pasangan untuk menghargai waktu mereka sehingga pertemuan pasangan menjadi lebih berkualitas setelah perpisahan sementara. Terdapat studi yang juga menjelaskan bahwa perpisahan sementara yang melibatkan individu mengalami perasaan kekhawatiran atau adanya perasaan takut (misalnya terpisah karena pekerjaan suami yang berangkat ke medan perang, dsb) cenderung mengalami peningkatan perasaan romantis ketika mereka bertemu kembali. Serupa dengan perpisahan sementara yang terjadi karena adanya tujuan tertentu (misalnya melanjutkan sekolah/pekerjaan untuk mengumpulkan dana pernikahan atau membiayai kebutuhan keluarga) cenderung berpotensi untuk meningkatkan perasaan romantis pasangan ketika mereka bertemu kembali. Hal ini dapat terjadi karena pasangan memiliki komitmen dan tujuan ketika berpisah sementara. Usaha dan pengorbanan yang dilakukan melibatkan gejolak emosional yang tinggi sehingga pasangan memiliki kekuatan untuk mempertahankan hubungannya.
Mereka yang berada pada kondisi LDR tetap memungkinkan berhadapan, dekat secara fisik serta bertemu berulang dengan orang lain. Ketertarikan atau perasaan positif sangat wajar untuk terjadi, namun pada tahap jatuh cinta, ketertarikan adalah fase paling awal. Normal bagi individu ketika merasa tertarik dengan orang lain karena faktor kedekatan atau paparan berulang, namun kondisi ini bukan berarti memberikan kesempatan pada dirinya untuk melanjutkan ke tahap berikutnya yang mengarah pada passionate love atau memilih pasangan. Disinilah proximity theory tidak dapat berdiri sendiri untuk menentukan bertahannya hubungan LDR karena ada komitmen yang berperan. Ketika komitmen dan tujuan awal ada dalam sebuah hubungan, maka daya tarik orang lain yang lebih dekat tidak akan menjadi ancaman bagi sebuah hubungan jarak jauh.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa LDR tidak selalu gagal. Kekhawatiran pasangan ketika menjalani LDR adalah normal karena menurut proximity theory pun, fenomena ini alami terjadi. Keberhasilan LDR melibatkan berbagai faktor di dalamnya, salah satunya adalah rasa kasih, tujuan dan komitmen satu sama lain. Keadaan yang berkaitan dengan kehadiran orang yang lebih dekat secara fisik merupakan sebuah tantangan yang mungkin terjadi dalam LDR. Ketika hubungan itu dekat dan penuh kasih, perpisahan sementara atau LDR kenyataannya malah mampu meningkatkan perasaan romantis pasangan.
Lalu bagaimana dengan fakta bahwa banyak pasangan yang berakhir karena menjalani LDR? Pines menjelaskan dalam bukunya, rata-rata pasangan yang berakhir karena melakukan perpisahan sementara memang memiliki hubungan yang sulit dan kurang hangat bahkan ketika mereka dekat. Mereka kemudian terbiasa hidup tanpa pasangan dan menjadi lebih menyukai kehidupan barunya. Begitu pula dengan LDR, ketika pada dasarnya hubungan yang dijalin kurang kuat secara emosional, serta tujuan dan komitmen yang tidak sejalan, maka kondisi LDR akan menjadi tantangan yang lebih besar bagi pasangan tersebut.
Quick Tips
Perasaan khawatir maupun waspada yang Sahabat Harapan alami ketika sedang atau hendak menjalani LDR sangatlah wajar. Beberapa hal akan menjadi sulit ketika menjalani LDR karena kita tidak terbiasa melewati kondisi tersebut. Diskusikanlah kekhawatiran Sahabat Harapan bersama dengan pasangan. Pastikan pula tujuan jangka panjang Sahabat bersama pasangan untuk menyamakan persepsi mengenai komitmen di antara kalian. Tidak perlu terbawa atau membandingkan kondisi dengan pasangan lain, karena membandingkan kondisi kalian hanya akan memperkeruh keadaan. Berita negatif mengenai LDR memang lebih banyak terlihat, namun bukan berarti pasangan yang sukses LDR itu tidak ada. Mereka hanya jarang terekspos dan sedang menikmati masa-masa dengan pasangannya saat ini.
Jika Sahabat Harapan merasa kesulitan untuk berdiskusi dengan pasangan mengenai rencana LDR, silahkan kontak Tim Lembar Harapan, ya!
Referensi:
Pines, A., & Pines, A. M. (2013). Falling in love: Why we choose the lovers we choose. Routledge.
Merupakan seorang Psikolog Klinis yang memiliki peminatan pada bidang perkembangan anak usia dini dan anak berkebutuhan khusus serta mengkaji kesejahteraan psikologis individu dalam lingkup karir dan kesehatan.
Alumni Sarjana Psikologi, Universitas Udayana, Bali
Alumni Magister Profesi Psikologi Klinis, Universitas Airlangga, Surabaya
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3356-21-2-1