Dalam hidup, tidak semua hal yang kita rencanakan terjadi sesuai harapan. Bahkan, hal-hal buruk juga terjadi pada diri kita ataupun orang di sekeliling kita. Sebagian dari kita juga bertanya-tanya, “Mengapa hal ini terjadi pada diri saya?”, “Apa yang harus saya lakukan?”, atau “Bagaimana saya bisa keluar dari situasi ini?” hingga akhirnya merasa putus asa karena tak kunjung menemukan jawabannya. Kita merasa tidak berdaya, tidak punya kendali atas situasi yang sedang dihadapi. Pengalaman seperti ini tentunya menyakitkan untuk diri kita. Diri dipenuhi dengan perasaan frustrasi, marah, kecewa, takut, dan sebagainya. Untuk itulah kita perlu berlatih penerimaan.
Penerimaan merupakan salah satu strategi coping yang berfokus pada bagaimana menghadapi emosi-emosi negatif yang muncul ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang memicu stres. Saat kita melakukan penerimaan atas kenyataan yang terjadi, beban emosional yang ditimbulkan dapat berkurang. Pada beberapa penelitian yang melibatkan proses penerimaan, terlihat penurunan gejala depresi dan emosi-emosi negatif yang dirasakan, baik itu yang disebabkan oleh stres maupun kejadian traumatis yang pernah dialami.
Penerimaan bukanlah menyerah begitu saja (bersikap pasif) atas keadaan. Penerimaan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah experiential acceptance, yang berarti individu secara aktif berhubungan langsung dengan pengalaman psikologis dari suatu kejadian, tanpa merasa perlu untuk mengubahnya. Pengalaman psikologis ini sifatnya personal, yakni emosi-emosi, sensasi tubuh dan dorongan dalam diri yang dirasakan individu serta kilas balik ingatan yang muncul. Adapun ‘secara aktif berhubungan langsung dengan pengalaman psikologis’ adalah menghadirkan diri sepenuhnya ketika pengalaman psikologis itu muncul (being present) dan kesediaan untuk memiliki pengalaman tersebut. Proses tersebut dijalani individu tanpa usaha untuk menghindari, menolak ataupun mengubah pengalaman psikologisnya. Dalam experiential acceptance, individu menerima bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diubah sekaligus memiliki keberanian untuk mengubah hal-hal yang bisa diubah.
Sebagai contoh, seorang wanita yang mengalami kekerasan fisik dari pasangannya. Ia tidak pasif “menerima” bahwa kekerasan yang dialaminya adalah sebuah takdir yang harus dijalani. Sebaliknya, ketika ia memutuskan untuk mengubah keadaan dan melakukan sesuatu (misalnya, ia memutuskan untuk meninggalkan pasangannya), kemungkinan ia akan mengalami kecemasan, ragu-ragu, dan pengalaman lain yang memicu stres pada dirinya (pengalaman psikologis). Penerimaan akan pengalaman psikologis itulah, dalam rangka mengambil langkah positif yang sejalan dengan tujuan hidup dan kesejahteraannya, yang merupakan experiential acceptance.
Berikut ini merupakan contoh perilaku yang bisa dilakukan Sahabat Harapan untuk mempraktekkan penerimaan dalam kehidupan sehari-hari.
Rasa sakit dan ketidaknyamanan adalah sesuatu yang tidak perlu dihindari. Penghindaran dan pengabaian hanya akan menambah rasa sakit yang dialami atau menjadi “bom waktu” yang bisa meledak di kemudian hari. Melatih penerimaan akan mempersiapkan diri menghadapi situasi-situasi yang sulit, serta melatih untuk berwelas asih terhadap diri sendiri. Selamat berlatih! ☺
Goerg, N., Priebe, K., Bohnke, J., Steil, R., Dyer, A., & Kleindienst, N. (2017). Trauma-related emotions and radical acceptance in dialectical behavior therapy for posttraumatic stress disorder after childhood sexual abuse. Borderline Personality Disorder and Emotion Dysregulation, 4(1), 15–15. https://doi.org/10.1186/s40479-017-0065-5
Grégoire, S., Lachance, L., Bouffard, T., & Dionne, F. (2018). The Use of Acceptance and Commitment Therapy to Promote Mental Health and School Engagement in University Students: A Multisite Randomized Controlled Trial. Behavior therapy, 49(3), 360–372. https://doi.org/10.1016/j.beth.2017.10.003
Herbert, J. D., & Brandsma, L. L. (2015). Understanding and enhancing psychological acceptance. In S. J. Lynn, W. O’Donohue, & S. Lilienfeld (Eds.), Health, happiness, and well-being: Better living through psychological science (pp. 62–88). Los Angeles: Sage.
Maidenberg, M.P. (2022). The healing power of radical acceptance. Diunduh dari https://www-psychologytoday-com.translate.goog/us/blog/being-your-best-self/202203/the-healing-power-radical-acceptance?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sc
Moran, DJ. (2022). Acceptance: A core process in the ACT hexagon model. Diunduh dari https://psychotherapyacademy.org/acceptance-and-commitment-therapy-the-essentials/acceptance-a-core-process-in-the-act-hexagon-model/#:~:text=Highlights,needless%20defense%20while%20behaving%20effectively
Popa, C. O., Schenk, A., Rus, A., Szasz, S., Suciu, N., Szabo, D. A., & Cojocaru, C. (2020). The Role of Acceptance and Planning in Stress Management for Medical Students. Acta Medica Marisiensis, 66(3).
Wersebe, H., Lieb, R., Meyer, A. H., Hofer, P., & Gloster, A. T. (2018). The link between stress, well-being, and psychological flexibility during an Acceptance and Commitment Therapy self-help intervention. International journal of clinical and health psychology : IJCHP, 18(1), 60–68. https://doi.org/10.1016/j.ijchp.2017.09.002
Aisyah Ibadi merupakan seorang Psikolog Klinis dengan peminatan psikologi klinis anak.
Selain memiliki ketertarikan pada tumbuh kembang anak, ia juga tertarik dengan isu-isu kesehatan mental seperti kecemasan, parental burnout dan praktik mindfulness dalam kegiatan sehari-hari. Ia ingin ilmu psikologi yang dimiliki bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
Alumni Sarjana Psikologi Universitas Indonesia
Alumni Magister Profesi Klinis Anak Univ. Indonesia
No. SIPP 0275-22-2-2
STR 112482123-4589179 (ED. 2028)