Kita seringkali mendengar saran yang berkaitan dengan “pelukan”. Apapun masalah yang dihadapi, kita sering memberikan atau menerima pelukan untuk merasa lebih baik.
Pelukan merupakan sebuah perilaku yang mudah dilakukan, namun apakah benar pelukan memiliki dampak atau kekuatan yang sangat besar dalam kehidupan kita? Mari kita simak bagaimana kaitannya perilaku pelukan ini pada kehidupan sehari-hari.
Penelitian menunjukkan bahwa sentuhan berupa pelukan dapat meningkatkan hormon oksitosin, yaitu hormon yang berkaitan dengan emosi positif seperti cinta, kelekatan, dan kasih sayang. Meningkatnya hormon oksitosin ini juga dapat menurunkan tekanan darah serta menurunkan hormon norepinefrin (hormon stress). Hal ini menyebabkan individu menjadi lebih rileks dan stres menjadi berkurang setelah mendapatkan atau memberikan pelukan.
Cohen dkk. (2015), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pelukan juga memiliki efek perlindungan kekebalan dan melindungi individu dari risiko infeksi virus. Teori attachment atau kelekatan menjelaskan bahwa perilaku interpersonal yang penuh kasih sayang salah satunya pelukan dikaitkan dengan manfaat kesehatan yang dapat mengurangi stres dan mendukung kekebalan tubuh.
Sejak awal kehidupan, bayi yang baru lahir akan diletakkan di dekapan hangat ibundanya. Pada umumnya, bayi akan merasa hangat dan menjadi lebih tenang ketika sudah berada pada pelukan ibunya. Ketika anak sedang menangis atau mengalami tantrum, ibu pasti akan disarankan untuk memeluk anaknya. Ketika anak bertengkar dengan saudara atau kawannya, anak juga diharapkan berpelukan untuk saling berdamai. Anak menerima banyak bentuk sentuhan orang tua selama pertumbuhannya, terutama pelukan. Pelukan ini merupakan sebuah simbol untuk sesuatu yang positif seperti: kegembiraan, keamanan, dan kepercayaan diri. Maka dari itu, sering dijumpai bahwa anak sering mencari bentuk pelukan seperti memeluk boneka, hewan peliharaan dan orang dewasa lainnya sebagai bentuk untuk menerima perasaan positif yang sebelumnya mereka pelajari dari orang tuanya.
Pada orang dewasa, pelukan juga menjadi sebuah bentuk komunikasi yang lebih emosional. Pelukan dapat menjadi simbol bahwa mereka memiliki hubungan yang positif dan bersahabat dibandingkan dengan mereka yang hanya berjabat tangan atau melakukan sapaan secara verbal. Sahabat yang mengalami hubungan yang renggang cenderung akan mengganti pelukan dengan perilaku lain seperti berjabat tangan atau salam verbal ketika bertemu karena dianggap lebih tidak ramah dan mampu mengekspresikan adanya permasalahan dalam hubungan mereka.
Pada kondisi lain, pelukan juga dapat menyimbolkan sebuah bentuk ucapan “selamat” dan ucapan “belasungkawa”. Perbedaan gaya pelukan terletak pada bentuk emosional yang diberikan. Ketika seseorang ingin mengucapkan “selamat” kepada orang lain, mereka akan memberikan pelukan dengan ucapan verbal positif lainnya kepada rekannya. Di sisi lain, dalam kondisi “belasungkawa” seringkali pelukan diberikan tanpa diiringi kata-kata dengan pelukan yang lebih dalam dan durasinya lebih lama. Hal ini menggambarkan bahwa pelukan dapat memberikan dampak emosional yang berbeda tergantung bagaimana gaya pelukan yang dilakukan.
Ketika pasangan sedang mengalami konflik, kebanyakan dari mereka akan menghindari kontak fisik seperti berpegangan tangan, bersentuhan dan berpelukan. Ketika salah satunya memberikan sebuah pelukan, perasaan negatif dari konflik yang terjadi juga cenderung mereda perlahan. Penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang rutin melakukan bentuk sentuhan berupa pelukan setiap harinya cenderung lebih jarang terlibat konflik dibandingkan pasangan yang tidak rutin melakukan pelukan. Mereka yang rutin memberikan pelukan setiap hari juga menjadikan pelukan sebagai salah satu teknik untuk menyelesaikan konflik.
Pelukan tidak hanya dilakukan oleh beberapa pihak, besarnya dampak positif yang ditimbulkan dari pelukan juga membuat pelukan menjadi salah satu perilaku terapiutik pada seseorang yang sedang mengalami emosi negatif. Contohnya, seringkali klien diminta untuk melakukan butterfly hug atau memeluk dirinya sendiri ketika sedang mengalami stres atau perasaan negatif. Banyak yang menganggap perilaku memeluk diri sendiri tidak berdampak besar atau perilaku yang “aneh”, namun sesungguhnya kulit kita adalah organ yang sangat sensitif. Adanya sentuhan dan pelukan pada tubuh menciptakan kehangatan sehingga tubuh menerima sentuhan tersebut sebagai bentuk perhatian yang positif. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sentuhan fisik dapat melepaskan hormon oxytocin, memberikan rasa aman, menenangkan emosi tertekan, dan menenangkan stres kardiovaskular.
Jika Anda merasa tegang, kesal, sedih, atau mengkritik diri sendiri, cobalah memeluk diri sendiri dengan hangat, membelai lengan atau wajah Anda dengan lembut, atau dengan lembut mengayunkan tubuh Anda. Hal terpenting dari kegiatan ini adalah Anda membuat gerakan yang jelas dapat menyampaikan perasaan cinta, perhatian, dan kelembutan pada diri anda sendiri.
Referensi:
Merupakan seorang Psikolog Klinis yang memiliki peminatan pada bidang perkembangan anak usia dini dan anak berkebutuhan khusus serta mengkaji kesejahteraan psikologis individu dalam lingkup karir dan kesehatan.
Alumni Sarjana Psikologi, Universitas Udayana, Bali
Alumni Magister Profesi Psikologi Klinis, Universitas Airlangga, Surabaya
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3356-21-2-1