Heartbreak atau patah hati adalah pengalaman emosional yang mendalam yang dapat terjadi akibat putus cinta, kehilangan orang yang dicintai, atau kekecewaan besar dalam hubungan. Perasaan ini tidak hanya mempengaruhi kesehatan emosional, tetapi juga dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Artikel ini membahas faktor-faktor penyebab heartbreak, dampaknya pada kesehatan mental dan fisik, serta strategi untuk mengatasinya.
Faktor Penyebab Heartbreak
Heartbreak sering kali disebabkan oleh berakhirnya hubungan romantis, meskipun bisa juga terjadi akibat kematian orang yang dicintai atau kekecewaan dalam hubungan yang sangat dekat. Ketika mengalami heartbreak, individu mungkin merasa kehilangan, penolakan, dan keraguan diri. Berakhirnya hubungan romantis adalah salah satu penyebab utama heartbreak. Hubungan romantis sering kali menjadi sumber dukungan emosional dan kebahagiaan, sehingga ketika hubungan ini berakhir, kehilangan tersebut bisa sangat mendalam.
Kematian orang yang dicintai juga dapat menyebabkan heartbreak yang cukup parah. Rasa kehilangan yang mendalam dan rasa kehilangan masa depan yang direncanakan bersama orang tersebut dapat memicu perasaan heartbreak. Selain itu, kekecewaan dalam hubungan yang sangat dekat, seperti persahabatan yang rusak, juga dapat menyebabkan heartbreak.
Dampak pada Kesehatan Mental dan Fisik
Heartbreak memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental dan fisik. Secara emosional, heartbreak dapat menyebabkan perasaan sedih, kesepian, dan kehilangan harapan. Kondisi ini juga dapat memicu gangguan kecemasan dan depresi. Individu yang mengalami heartbreak sering kali merasa tidak berdaya dan kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati.
Secara fisik, heartbreak dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan gejala fisik dari stres. Gejala tersebut termasuk sakit kepala, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan penurunan energi. Penelitian menunjukkan bahwa heartbreak dapat memicu reaksi stres yang signifikan dalam tubuh yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan masalah kesehatan lainnya. Stres yang berkepanjangan akibat heartbreak juga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit.
Strategi untuk Mengatasi Heartbreak
Mengatasi heartbreak memerlukan waktu dan usaha. Ada beberapa strategi yang dapat membantu seseorang pulih dari heartbreak dan kembali ke keseimbangan emosional yang sehat. Salah satu strategi utama adalah menerima perasaan yang muncul dan memberi diri sendiri izin untuk merasakan kesedihan. Penting untuk tidak menekan atau mengabaikan perasaan ini karena menerima perasaan adalah langkah pertama menuju pemulihan.
Dukungan sosial sangat penting dalam proses pemulihan. Berbicara dengan teman atau anggota keluarga yang dipercaya dapat memberikan kenyamanan dan perspektif baru. Terlibat dalam kegiatan sosial dan mempertahankan hubungan dengan orang-orang yang peduli dapat membantu mengurangi perasaan kesepian.
Aktivitas fisik juga memainkan peran penting dalam pemulihan dari heartbreak. Olahraga teratur dapat membantu melepaskan endorfin yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan dan mengurangi tingkat stres. Aktivitas fisik seperti berjalan kaki, berlari, atau yoga dapat membantu meningkatkan mood dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Terapi atau konseling juga bisa menjadi alat yang sangat efektif dalam mengatasi heartbreak. Seorang terapis dapat membantu individu mengeksplorasi perasaan mereka, memahami penyebab heartbreak, dan mengembangkan strategi untuk mengatasi perasaan tersebut. Terapi kognitif-perilaku (CBT) khususnya telah terbukti efektif dalam membantu individu mengatasi pikiran negatif dan mengembangkan pola pikir yang lebih positif. Selain itu, penting untuk menjaga diri sendiri dan merawat kesejahteraan fisik dan emosional. Ini bisa termasuk tidur yang cukup, makan makanan bergizi, dan terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan dan menenangkan. Meditasi dan praktik mindfulness juga dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
Referensi
Fagundes, C. P., Murdock, M., LeRoy, A. S., & Miller, A. (2018). Heartbreak and the brain: The neuroscience of social rejection and its implications for depression and beyond. Psychological Bulletin, 144(10), 1016-1045.
Kross, E., Verduyn, P., Demiralp, E., Park, J., Lee, D. S., Lin, N., … & Ybarra, O. (2017). Social rejection and physical pain: Same or different? Current Directions in Psychological Science, 20(6), 371-376.
Langeslag, S. J., & van Strien, J. W. (2019). Regulation of romantic love feelings: Preconceptions, strategies, and feasibility. PLoS ONE, 13(11), e0198747.
Mason, A. E., Sbarra, D. A., & Mehl, M. R. (2019). Bridging the gap between breakup research and real life: A naturalistic daily diary study of context-specific emotion regulation. Social Psychological and Personality Science, 3(1), 1-9.
Wager, T. D., Atlas, L. Y., Lindquist, M. A., Roy, M., Woo, C. W., & Kross, E. (2018). An fMRI-based neurologic signature of physical pain. New England Journal of Medicine, 368(15), 1388-1397.
Zafirah adalah seorang psikolog klinis dengan spesialisasi pada psikologi klinis anak dan dewasa. Zafirah menyelesaikan pendidikan Sarjana Psikologi di Universitas Tarumanagara dan pendidikan Magister Psikologi Profesi Klinis di Universitas Airlangga. Zafirah memiliki ketertarikan pada berbagai permasalahan psikologis, seperti kecemasan, depresi, permasalahan perilaku dan intelektual pada anak, permasalahan dalam hubungan dan pernikahan, serta permasalahan psikologis lainnya.
Zafirah percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan yang dihadapi dalam hidup, mereka hanya memerlukan orang yang tepat untuk diajak berdiskusi mengenai permasalahan itu.
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3357-21-2-1