Duh, Anakku Kok Gak PeDe, Ya?
Salah satu yang menjadi kekhawatiran orang tua adalah ketika anaknya terlihat kurang percaya diri. Anak yang kurang percaya diri umumnya enggan mencoba hal baru, tidak mau mencoba lagi setelah mengalami kegagalan dan menghindari tantangan atau sesuatu yang dianggap sulit. Kebalikannya, anak yang percaya diri memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya dan di saat yang bersamaan, ia juga tahu bahwa dirinya mampu menghadapi kegagalan.
Self-esteem, Fondasi Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri (self confidence) ini erat kaitannya dengan self-esteem yang dimiliki anak. Self-esteem adalah penilaian umum mengenai diri sendiri, seberapa besar seseorang menghargai dirinya. Sementara self-confidence adalah keyakinan mengenai diri dan kemampuan diri. Kadar self-esteem yang sehat akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Oleh karena itu, agar anak percaya diri, orang tua perlu memahami perkembangan self-esteem pada anak dan bagaimana praktek pengasuhan yang tepat agar terbentuk self-esteem yang sehat, sesuai tahap perkembangannya.
Perkembangan Self-Esteem dan Stimulasinya Sesuai Tahapan Usia
Bayi (0-1 tahun)
Bayi belum memiliki self-esteem, sebab di usia ini anak belum melihat dirinya sebagai seorang individu yang terpisah dari pengasuh utamanya. Meskipun demikian, orang tua dapat membangun fondasi untuk membentuk self-esteem yang sehat dengan menciptakan interaksi yang hangat. Caranya dengan merespon tangisan bayi dengan penuh kasih sayang, memenuhi kebutuhannya, memperbanyak senyum dan melakukan kontak fisik yang menyenangkan (menggelitik, memeluk, mengusap). Interaksi yang hangat membuat anak merasa dirinya dicintai dan layak untuk dicintai sehingga ia merasa dirinya berharga. Anak pun mendapat kesempatan untuk belajar menanamkan perasaan positif mengenai dirinya sendiri sejak dini. Dengan begitu, nantinya anak bisa percaya diri menghadapi ujian dan kesulitan hidup, serta memiliki perasaan yang lebih positif dan optimis dalam menghadapinya.
Toddler (1-3 tahun)
Di usia ini, anak mulai mengembangkan pemahaman mengenai dirinya, apa yang bisa mereka lakukan dan apa yang membentuk mereka sebagai seorang individu. Self-esteem di usia ini dapat dikembangkan dengan cara:
- Memberikan anak kesempatan untuk memilih. Pastikan pilihannya aman dan sesuai dengan usianya, misalnya memilih buku yang akan dibacakan, memilih pakaian, dan sebagainya. Hal ini memberikan sense of control pada anak, yakni perasaan bahwa anak memiliki andil dan kekuatan untuk menentukan hal-hal dalam hidupnya. Sense of control membantu anak mengembangkan rasa percaya diri.
- Memberikan anak kesempatan untuk menolak, dalam batasan yang aman dan masih sesuai dengan norma dan nilai keluarga. Anak perlu menyatakan pendapat dan membuat keputusannya sendiri, serta belajar bahwa keputusan memiliki konsekuensi. Sebagai contoh, anak menolak memakai baju hangat ketika keluar rumah, sementara udara pagi cukup dingin. Orang tua bisa menerima penolakannya dengan mempertimbangkan udara dingin di luar tidak akan membahayakannya. Di sisi lain, anak kemungkinan akan belajar bahwa tidak memakai baju hangat ketika udara dingin akan membuatnya tidak nyaman saat di luar rumah.
- Membebaskan anak untuk mengeksplorasi lingkungannya. Meskipun demikian, orang tua perlu merespon apabila anak membutuhkan orang tua. Misalnya, anak tertarik dengan semut, tetapi juga takut ketika semut merayap di tangannya. Di saat itulah anak membutuhkan orang tua untuk meyakinkannya bahwa hal tersebut tidak berbahaya.
- Memberikan bimbingan dalam menghadapi situasi sosial yang cukup menantang untuk anak di usia ini, misalnya cara menunggu giliran atau mengantri, bagaimana berbagi mainan, dan sebagainya.
Prasekolah (3-6 tahun)
Di usia ini, anak prasekolah sering membandingkan dirinya dengan orang lain dan akan menanyakan apakah mereka yang tercepat, terbesar ataupun terbaik dalam apapun yang mereka lakukan. Orang tua memiliki peranan yang penting dalam memupuk self-esteem anak dan membantu anak untuk menghargai dirinya.
Beberapa tips yang bisa dilakukan orang tua yaitu:
- Orang tua secara spesifik memberikan pujian atau perhatian pada usaha yang dilakukan anak. Sebagai contoh ketika anak mau berusaha mencoba sesuatu yang baru atau mengerahkan usaha terbaik yang bisa ia lakukan. Kesalahan orang tua umumnya hanya memuji anak ketika mereka menjadi yang terbaik: menjadi juara kelas, unggul dalam mata pelajaran tertentu atau memenangkan kompetisi. Akibatnya, anak merasa dihargai hanya ketika ‘memenangkan’ sesuatu dan cenderung menghindari kegagalan. Memuji usaha anak dapat menumbuhkan sikap menghargai kesuksesan orang lain. Sebagai contoh, anak telah mengikuti lomba renang dan hasilnya ia dikalahkan oleh temannya. Orang tua dapat mengatakan, “Kamu sudah menyelesaikan kompetisi renang ini dengan baik dan berlatih keras untuk ini, Ayah/ Ibu bangga kepadamu. Yuk, kita berikan selamat untuk temanmu yang juara itu”
- Ajak anak bermain permainan kartu atau board game sederhana (seperti ular tangga). Permainan yang menuntut anak untuk bermain secara bergantian seperti ini membantu anak untuk belajar bermain secara kooperatif dan bermain bersama orang lain. Anak tidak hanya mendapatkan keterampilan, tetapi juga rasa percaya diri dalam situasi sosial. Situasi sosial adalah situasi yang menuntut seseorang untuk bisa berinteraksi dengan orang lain.
- Dorong anak untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang sesuai dengan usianya. Sebagai contoh, mempersiapkan alat makan atau memasukkan baju kotor ke mesin cuci. Memberikan tugas rumah tangga menunjukkan bahwa orang tua mempercayai anak memegang tanggung jawab sehingga membantu anak memandang dirinya secara positif.
- Tunjukkan minat pada hal-hal yang sedang ditekuni atau diminati oleh anak. Misalnya, orang tua dapat meminjam buku di perpustakaan mengenai hewan yang disukai anak atau bermain permainan yang disukai oleh anak bersama-sama.
- Rutinitas makan bersama keluarga dapat menjadi cara sederhana namun penting untuk meningkatkan rasa berharga dan rasa kekeluargaan. Hal ini disebabkan dalam kegiatan makan bersama, anak dapat berperan menyiapkan meja dan peralatan makan, menyodorkan lauk-pauk ke anggota keluarga yang lain, dan sebagainya. Kegiatan makan bersama juga dapat dijadikan kesempatan bagi masing-masing anggota keluarga untuk bercerita mengenai hal-hal yang dirasa penting.
Usia Sekolah
Anak akan mulai membandingkan dirinya dengan teman-temannya, terutama di sekolah. Self-esteem pada anak usia sekolah cenderung berkaitan dengan banyak hal termasuk di antaranya adalah seberapa mudah mereka berteman, bagaimana penampilan mereka, performa akademik, dan seberapa pandai mereka berolahraga. Tantangan-tantangan yang dihadapi di sekolah sangat mungkin berdampak pada self-esteem anak. Meskipun demikian, hal itu akan membuat anak belajar bahwa mereka tidak perlu menjadi sempurna di segala hal untuk bisa dicintai, dihargai, dan merasa mampu. Berikut tips yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu mereka:
- Tunjukkan perhatian dan kasih sayang ekstra saat pulang sekolah, misalnya dengan memberikan pelukan
- Fokus pada usaha yang dilakukan anak atau keberaniannya mencoba sesuatu yang baru atau dianggap sulit
- Dorong anak untuk mencoba kembali pada hal-hal yang sebelumnya tidak berjalan sesuai harapan. Hal ini juga bisa membantu anak menjadi tangguh dalam menghadapi kesulitan.
- Bimbing anak menghadapi situasi sosial. Misalnya melakukan bermain peran mengenai bagaimana agar anak mudah berteman seperti bersikap ramah, tersenyum, menyapa terlebih dahulu, dan lainnya.
- Membina hubungan yang baik dengan sekolah. Orang tua dapat aktif berkomunikasi dengan guru mengenai performa anak di sekolah serta terlibat dalam kegiatan sekolah.
- Merasa terhubung dengan orang-orang yang dianggap anak sebagai sumber perhatian dan kasih sayang (selain orang tua) dapat membantu membentuk self-esteem yang sehat. Orang tua dapat membiasakan anak untuk mengunjungi keluarga besar dan kerabat ataupun bergabung dalam komunitas tertentu seperti komunitas keagamaan, hobi, dan sebagainya.
Referensi
Little, E. (2021, May 07). Self-Esteem in Children: 1-8 Years. Raising Children Australia. https://raisingchildren.net.au/toddlers/behaviour/understanding-behaviour/about-self-esteem
National Health Service United Kingdom (Team Director). (n.d). How Can I Encourage My Child’s Confidence and Self-Esteem (Video). National Health Service United Kingdom; Baby Centre United Kingdom.
Aisyah Ibadi merupakan seorang Psikolog Klinis dengan peminatan psikologi klinis anak.
Selain memiliki ketertarikan pada tumbuh kembang anak, ia juga tertarik dengan isu-isu kesehatan mental seperti kecemasan, parental burnout dan praktik mindfulness dalam kegiatan sehari-hari. Ia ingin ilmu psikologi yang dimiliki bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
Alumni Sarjana Psikologi Universitas Indonesia
Alumni Magister Profesi Klinis Anak Univ. Indonesia
No. SIPP 0275-22-2-2
STR 112482123-4589179 (ED. 2028)