Konflik Interpersonal
Manusia merupakan makhluk sosial yang dilahirkan ke dalam keluarga dan menjadi bagian dari kelompok yang lebih besar, seperti sekolah, tempat ibadah, dan organisasi. Setiap kelompok terdiri atas sekumpulan manusia dan manusia tersebut akan bersosialisasi dan menjadi bagian dari koneksi sosial. Kualitas hubungan interpersonal memiliki pengaruh penting bagi perilaku, emosi, dan kognisi individu. Hubungan interpersonal dapat memiliki dampak positif bagi hidup individu, namun hubungan interpersonal terkadang juga memiliki sisi buruk. Sumber ketidakbahagiaan dalam hidup manusia, salah satunya adalah hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal yang buruk memiliki dampak yang lebih besar pada kehidupan manusia dibandingkan hubungan yang baik.
Salah satu kelompok dimana individu dapat menjalani hubungan interpersonal, yaitu organisasi tempat individu bekerja. Tempat kerja dikatakan sebagai tempat dimana ada solidaritas dan dukungan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa tempat kerja juga merupakan tempat yang memiliki frekuensi ketidaksopanan, bullying, perselisihan dan kebutuhan negosiasi sangat tinggi sehingga tempat kerja dianggap sebagai tempat yang paling membuat frustasi secara interpersonal bagi pekerja. Konflik interpersonal di tempat kerja melibatkan persepsi tentang bentuk-bentuk interaksi negatif yang dapat berasal dari perselisihan kecil hingga besar. Konflik interpersonal merupakan salah satu pemicu stres yang paling sering terjadi dan konsekuensial di tempat kerja. Konflik interpersonal antara pekerja dengan atasan atau rekan kerja merupakan faktor terkuat yang menjadikan organisasi menjadi tempat yang stressful.
Bagi sebagian besar orang, konflik interpersonal memberikan ancaman dan meningkatkan emosi negatif. Konflik interpersonal memberikan dampak negatif pada pribadi dan organisasi, seperti meningkatkan rasa tidak percaya diri, kemarahan, ketidaksopanan, pencurian, kekerasan, sabotase, absensi, keinginan untuk berhenti dan stabilitas pekerjaan terganggu, gejala fisik dan berkurangnya komitmen terhadap organisasi, serta produktivitas yang menurun. Dampak personal dapat berupa depresi dan gejala somatisasi (keluhan fisik di berbagai bagian tubuh yang disebabkan oleh stres atau beban mental yang berat) ditunjukkan oleh karyawan yang mengalami konflik interpersonal di tempat kerja. Rendahnya self-esteem juga merupakan salah satu dampak personal yang ditunjukkan oleh karyawan yang memiliki konflik interpersonal di tempat kerja.
Conflict Resolution
Dalam upaya penyelesaian konflik, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama. Mereka membuat keputusan secara bersama-sama. Resolusi konflik yang dilakukan terdiri atas empat fase umum, yaitu:
(1) mendiagnosa konflik,
(2) mengidentifikasi alternatif solusi,
(3) mengevaluasi dan memilih solusi yang dapat diterima semua pihak, dan
(4) mengaplikasikan solusi yang sudah dipilih secara sungguh-sungguh
Proses diagnosa konflik dan mencari alternatif solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik termasuk dalam proses problem solving. Problem solving didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan untuk dapat menemukan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak dalam upaya penyelesaian konflik. Dalam upaya penyelesaian konflik, semua pihak atau perwakilan dari setiap pihak dapat berbicara dan bertukar informasi mengenai ketertarikan dan prioritas masing-masing, bekerjasama untuk mengidentifikasi masalah yang sebenarnya memisahkan mereka, melakukan brainstorm untuk mencari alternatif yang dapat menjembatani perbedaan yang dimiliki, dan secara kolektif mengevaluasi alternatif tersebut agar dapat mensejahterakan semua pihak.
Proses problem solving dilakukan dengan adanya decision making. Decision making dibutuhkan pada saat memilih alternatif dalam upaya mencari resolusi konflik. Dalam proses decision making, setiap pilihan memiliki resiko sehingga dalam memilih perlu mempertimbangkan: (1) kemungkinan bahwa pilihan tersebut akan memberikan apa yang diharapkan, dan (2) nilai yang dilekatkan pada pilihan tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses decision making adalah individu cenderung tidak memilih pilihan yang rasional. Individu cenderung lebih mementingkan kerugian yang diterimanya sehingga mereka merasa bahwa menghindari kerugian lebih penting daripada mendapatkan keuntungan. Hal ini membuat individu menjadi tidak mau untuk mengambil resiko kerugian dan lebih memilih apa yang membuatnya mendapat keuntungan. Dampak stres juga perlu diperhatikan dalam proses decision making, dimana konflik yang dialami memberikan dampak terhadap psikologis individu sehingga kondisi ini menghambat dalam pengambilan keputusan yang rasional. Fungsi kognitif untuk melakukan pengambilan keputusan berkurang saat individu dalam kondisi stres.
Dalam proses penyelesaian konflik interpersonal, khususnya di tempat kerja, dibutuhkan kerjasama banyak pihak sehingga mampu membuat pilihan yang dirasa paling tepat dan memberikan kerugian paling sedikit bagi seluruh pihak. Penyelesaian konflik dalam skala besar dapat dilakukan dengan mediator, yaitu profesional yang membantu untuk dapat menjadi media penengah bagi dua pihak yang berkonflik.
References:
Andersson, L. M., & Pearson, C. M. (1999). Tit for tat? The spiraling effect of incivility in the workplace. Academy of management review, 24(3), 452-471.
Bolger, N., DeLongis, A., Kessler, R. C., & Schilling, E. A. (1989). Effects of daily stress on negative mood. Journal of personality and social psychology, 57(5), 808.
Deutsch, M., Coleman, P. T., & Marcus, E. C. (Eds.). (2011). The handbook of conflict resolution: Theory and practice. New Jersey: John Wiley & Sons.
Frone, M. R. (2000). Interpersonal conflict at work and psychological outcomes: testing a model among young workers. Journal of occupational health psychology, 5(2), 246.
Hodson, R. (2001). Dignity at work. New York: Cambridge University Press.
Rubin, J. Z., Pruitt, D. G., & Kim, S. H. (1994). Social conflict: Escalation, stalemate, and settlement. New York: Mcgraw-Hill Book Company.
Schieman, S., & Reid, S. (2008). Job authority and interpersonal conflict in the workplace. Work and Occupations, 35(3), 296-326.
Veroff, J., Douvan, E., & Kulka, R. A. (1981). The inner American: A self-portrait from 1957 to 1976 (p. 191). New York: Basic Books.
Zafirah adalah seorang psikolog klinis dengan spesialisasi pada psikologi klinis anak dan dewasa. Zafirah menyelesaikan pendidikan Sarjana Psikologi di Universitas Tarumanagara dan pendidikan Magister Psikologi Profesi Klinis di Universitas Airlangga. Zafirah memiliki ketertarikan pada berbagai permasalahan psikologis, seperti kecemasan, depresi, permasalahan perilaku dan intelektual pada anak, permasalahan dalam hubungan dan pernikahan, serta permasalahan psikologis lainnya.
Zafirah percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan yang dihadapi dalam hidup, mereka hanya memerlukan orang yang tepat untuk diajak berdiskusi mengenai permasalahan itu.
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3357-21-2-1