“Every teenager in the world feels like that, feels broken or out of place, different somehow, royalty mistakenly born into a family of peasants. The difference in your case is that it’s true.”
– Cassandra Clare.
Menjadi orang tua merupakan proses belajar yang berlangsung seumur hidup. Umumnya, ada periode dimana orang tua akan mulai merasa kewalahan, membutuhkan bantuan dan saran pengasuhan, yaitu saat anak menginjak usia toddler dan usia remaja. Mengapa dua usia tersebut? Hal ini karena pada masa toddler mulai terjadi ledakan emosi yang intens atau disebut sebagai tantrum yang seringkali sulit ditangani orang tua. Serupa tapi tak sama, anak-anak yang menginjak remaja juga mulai mengalami gejolak emosi yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah perubahan hormon dan pengaruh teman sebaya. Remaja merasa memiliki kemerdekaan dan kebebasan untuk menentukan hidupnya sendiri sehingga seringkali berpotensi menyebabkan konflik dengan orang tua yang memiliki aturan dan harapan tertentu. Oleh sebab itu, menghadapi remaja merupakan salah satu fase menantang dan masa paling sulit lainnya dalam perjalanan menjadi orang tua.
Perubahan hubungan antara orang tua dan remaja
Orang tua dengan anak remaja perlu memahami bahwa anak mereka bukanlah lagi anak kecil yang dapat dengan bebas kita peluk, cium, dan gendong seperti saat 10 tahun yang lalu. Ketika anak masih kecil, peran kita sebagai orang tua adalah mengasuh dan membimbing hampir pada sebagian besar aspek kehidupan anak. Saat anak menginjak remaja, fungsi dan tugas orang tua mulai bergeser. Orang tua tidak lagi mengasuh dan membimbing, tetapi lebih kepada menyediakan sumber perawatan, dukungan emosional, keamanan, dan keselamatan, serta bantuan praktis dan pemenuhan finansial. Mereka masih anak kecil yang sama, namun sama seperti perubahan yang terjadi pada diri remaja, orang tua juga perlu “mengubah” pendekatan dalam menjalin hubungan dengan remaja. Orang tua mungkin menemukan bahwa hubungan mereka dengan remaja menjadi lebih setara. Remaja butuh merasa bahwa orang tua menghormati mereka sebagai seorang anak yang menginjak dewasa yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan untuk membuat keputusan sendiri.
Meskipun remaja merasa memiliki hak kemerdekaan dan kebebasan untuk membuat keputusan sendiri, bagaimanapun juga mereka masih belum matang untuk dikatakan sebagai individu dewasa. Mereka masih membutuhkan orang tua untuk merasa dicintai, dibimbing, dan bersenang-senang. Saat remaja yakin bahwa orang tua mereka akan selalu hadir, mendukung, mencintai, dan dapat memberikan kenyamanan untuk tempat “pulang”, remaja akan siap untuk mendiskusikan banyak hal dengan orang tuanya. Kondisi tersebut tentu membuat remaja siap untuk menghadapi berbagai dinamika kehidupan selama melewati masa remajanya.
Ide membangun hubungan positif dengan remaja
Orang tua perlu terkoneksi dengan remaja agar dapat membangun hubungan positif dan mengurangi ketegangan yang sering terjadi karena perbedaan pendapat. Hubungan yang tidak baik antara remaja dan orang tuanya dapat membawa berbagai dampak negatif seperti kenakalan remaja, ketidakpatuhan, dan intensitas konflik berkepanjangan. Bagi Sahabat Harapan yang memiliki remaja mungkin mulai menyadari bahwa setiap hari terasa seperti “pertempuran” bahkan saat mendiskusikan hal-hal kecil berkaitan dengan kondisi sehari-hari. Berikut adalah beberapa ide untuk membangun hubungan positif dengan remaja:
Coba dan cari momen atau waktu bersama dengan remaja, misalnya saat naik mobil jalan-jalan bersama, menonton bioskop, olahraga bersama, atau sebelum tidur, atau sekedar duduk di ruang tamu saat akhir pekan. Cobalah untuk menyempatkan waktu bersama dengan intensitas sedikit tapi sering daripada dalam waktu lama tetapi jarang. Tunjukkan bahwa sebagai orang tua, Anda akan berusaha untuk hadir setiap waktu bagi mereka. Anda dapat memulai dengan menuliskan ide tentang bagaimana Anda dan anak Anda akan menghabiskan waktu bersama. Perlu diingat bahwa waktu berkualitas dapat terjadi setiap hari.
Saat sudah meluangkan waktu bersama, pasti akan ada kesempatan yang terbuka lebar untuk bisa saling bercerita atau berbicara. Anda dapat memulai dengan membicarakan kondisi diri sendiri, misalnya apa yang dirasakan di tempat kerja. Selain itu, Anda juga bisa bertanya tentang topik-topik yang penting bagi remaja seperti hubungan percintaan, persahabatan, olahraga, dan sebagainya, misalnya, “Kakak tau nggak gimana dulu Ayah bisa tertarik sama Ibu?”. Apabila remaja tidak menanggapi, tidak masalah karena mungkin mereka belum terbiasa dengan situasi yang orang tua sedang upayakan.
Salah satu cara terbaik untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan remaja adalah dengan menunjukkan kepada mereka bahwa kita peduli tentang mereka. Sebagai contoh, orang tua dapat mengatakan “Mamah sayang Kakak”, sesekali memeluk, mengusap kepala, mencium kening, memijat, atau melakukan “tos” saat berhasil melakukan sesuatu. Merayakan kesuksesan, berbagi kekecewaan, dan mendukung hobi perlu dilakukan oleh orang tua pada anak remajanya sebagai salah satu bentuk apresiasi. Hal ini agar remaja merasa bahwa orang tua dapat hadir pada berbagai situasi, baik senang maupun susah. Manfaat dari menunjukkan kasih sayang dan apresiasi adalah membuat remaja merasa dicintai serta nyaman untuk memberi dan mendapatkan kasih sayang kepada siapapun. Afeksi atau ikatan emosional merupakan komponen utama pada tahun-tahun pertama kehidupan anak untuk menciptakan secure attachment. Secure attachment merupakan kualitas hubungan kedekatan antara orang tua dan anak.
Tidak selalu mudah menjadi orang tua yang memiliki anak remaja. Akan tetapi, meluangkan waktu sejenak untuk membina hubungan yang sehat dan kuat dengan remaja membawa berbagai dampak positif bagi orang tua dan remaja. Mungkin bagi orang tua dan remaja yang belum terbiasa membangun hubungan positif akan terasa canggung, tetapi seiring berjalannya waktu akan menjadi kebiasaan positif yang berjalan dengan sendirinya. Selamat berlatih Ayah dan Bunda!
Referensi
Hopkins, C. January 23, 2016. Teenager Parent Relationship: How to Build a Healthy Relationship. Scientific Advisory Board. https://psychcentral.com/blog/5-tips-for-building-a-healthy-relationship-with-your-teenager#1
Markie-Dadds, C., Sanders, M.R., & Turner, K.M.T. (2000) Triple P for every parent’s family Workbook. Milton: Triple P International Pty.Ltd
Paramita Estikasari adalah seorang psikolog klinis dengan spesialisasi pada bidang psikologi klinis anak dan remaja. Mita merupakan lulusan sarjana psikologi Universitas Diponegoro dan melanjutkan studi magister dan profesi psikolog di Universitas Indonesia. Selain mendalami parenting, tumbuh kembang anak, dan anak berkebutuhan khusus, Mita juga memiliki ketertarikan pada lingkup hubungan relasi romantis dan pernikahan. Umumnya Mita menggunakan pendekatan dalam konseling/terapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy dan pendekatan Behaviorisme.
No.SIPP (Surat Izin Praktik Psikologi): 3692-21-2-1