Anak Mogok Sekolah

Pernahkah anak Anda menolak untuk masuk sekolah atau mogok ke sekolah? Ketika anak menolak untuk pergi ke sekolah, pasti Sahabat Harapan merasa khawatir dan bertanya-tanya tentang apa yang salah dari anak Anda atau mengapa ini bisa terjadi. Perilaku menolak pergi ke sekolah ternyata banyak dialami oleh anak-anak dan remaja. Penolakan sekolah dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering terjadi dalam masa anak-anak seperti mulai taman kanak-kanak atau transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah. Perilaku penolakan sekolah ini dikenal dengan istilah school refusal. 

Penolakan sekolah umumnya terjadi ketika anak tidak ingin hadir di sekolah karena beberapa alasan yang terkait dengan kecemasan atau kekhawatiran yang dimiliki anak atau remaja tentang pergi ke sekolah. Empat alasan utama anak-anak atau remaja menolak sekolah adalah: 

  1. menghindari perasaan atau emosi negatif. 

Anak menghindari sesuatu di sekolah yang menyebabkan ia merasa cemas, takut, sedih atau perasaan tertekan lainnya. Contohnya, kecemasan atas sesuatu tentang lingkungan fisik sekolah, seperti alarm kebakaran, binatang, dan bus sekolah. Atau karena peristiwa yang pernah terjadi di sekolah, misalnya bullying, kesulitan akademik, pergantian guru, masalah dengan guru, penyesuaian di sekolah baru karena pindah rumah. Alasan lain terkait dengan penolakan sekolah juga bisa bersumber dari internal keluarga, misalnya kematian orang yang dicintai, perpisahan orang tua, atau paparan kekerasan keluarga. 

  1. menghindari interaksi atau penilaian sosial.

Anak memiliki kecemasan dalam situasi sosial, misalnya khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan, khawatir tentang bagaimana mereka akan dinilai, takut dipermalukan saat tugas yang terkait public speaking (misalnya: memberikan pidato, berpartisipasi dalam olahraga, situasi ujian atau dipanggil di depan kelas), atau masalah interaksi dengan teman sebaya.

  1. mendapatkan perhatian. 

Anak menolak sekolah karena ingin tinggal di rumah dengan pengawasan orang tua dan mendapatkan lebih banyak waktu dan perhatian dari orang tua. Ini termasuk kecemasan perpisahan.

  1. mendapatkan semacam hadiah di luar sekolah. 

Anak menolak sekolah karena mereka ingin mendapatkan kesenangan di rumah, misalnya bisa menonton TV, bermain video game atau memakan jajan/cemilan yang mereka sukai di rumah.

Keempat alasan di atas mungkin saja saling terkait dan saling melengkapi sehingga ini menjadi kombinasi yang kompleks. Jika alasan-alasan ini diperkuat dengan reinforcement, maka perilaku mogok sekolah akan terus berlanjut atau menjadi kebiasaan. Reinforcement adalah penguatan yang sengaja atau tidak sengaja diberikan untuk memicu perilaku. Contohnya, ketika anak menolak pergi ke sekolah karena menghindari kecemasan mengerjakan tugas, orang tua memberikan reinforcement dengan memberikan anak kesenangan lain di rumah, misalnya mengijinkan anak main gadget. Kondisi ini terjadi berulang hingga pada akhirnya perilaku mogok sekolah anak menjadi kebiasaan karena mendapat penguatan. 

Bagaimana jika anak Anda terlanjur sering melakukan perilaku menolak pergi ke sekolah? Jangan khawatir Sahabat Harapan, Anda masih dapat melakukan upaya-upaya di bawah ini untuk mengatasi perilaku anak menolak sekolah: 

  1. Luangkan waktu Anda untuk mendengarkan kekhawatiran anak Anda dan ketakutan yang dia miliki sehingga ia menolak untuk pergi ke sekolah. Anda hanya perlu menjadi pendengar yang baik tanpa menghakimi perasaan, pendapat atau perilaku anak Anda. Jika anak sulit menceritakan tentang kekhawatirannya, Anda dapat menggunakan alat bantu berupa permainan boneka/robot/figur dengan bermain peran, atau sambil menonton kartun dan membaca buku yang bisa memancing anak untuk bercerita tentang hal-hal yang terjadi di sekolah
  2. Jika anak Anda mengeluh sakit, Anda sebaiknya mengunjungi dokter untuk memeriksakannya. Penolakan sekolah mungkin terkait dengan kecemasan atau kekhawatiran yang dimiliki anak. Umumnya ada gejala fisik dan emosional yang menyertai keluhan tersebut
  3. Berdiskusi dengan guru anak dan personil sekolah lainnya untuk mulai melakukan kerja sama untuk memahami masalah anak dan membuat rencana untuk anak bisa kembali ke sekolah sesegera mungkin. Guru dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang terjadi di sekolah yang berkontribusi terhadap masalah penolakan sekolah anak. Guru juga dapat membantu Anda memastikan bahwa anak Anda baik-baik saja di kelas. 
  4. Penolakan sekolah bisa menjadi tanda perkembangan masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Jika anak Anda memberitahu Anda bahwa mereka mengalami masalah seperti ini, atau jika Anda perhatikan mereka memiliki perubahan lain dalam suasana hati atau perilaku, akan lebih baik untuk mendiskusikan ini dengan konselor sekolah atau psikolog. Konselor atau psikolog akan membantu Anda dan anak Anda untuk menangani masalah utama yang mendasari perilaku penolakan tersebut dan membuat rencana untuk anak bisa kembali ke sekolah. 
  5. Jika Anda telah berhasil mengidentifikasi masalah setelah melakukan keempat upaya sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah mengembalikan anak Anda ke sekolah. Anda bisa bersikap tegas, namun tetap dengan kasih sayang saat mengantar ke sekolah dan menjemput anak Anda secara teratur dan tepat waktu. 
  6. Yakinkan anak Anda bahwa mereka akan baik-baik saja di sekolah dan Anda berada di rumah saat mereka kembali dari sekolah.
  7. Ajari anak Anda teknik relaksasi seperti pernapasan dalam dan keterampilan manajemen stres lainnya. Jika Anda tidak tahu tentang ini, Anda dapat bertanya kepada konselor/psikolog dan meminta mereka mengajarkan ini kepada anak Anda. 
  8. Jika anak Anda masih tetap menolak untuk pergi ke sekolah, jangan memberi hadiah agar anak tidak betah tinggal di rumah saat masa mogok sekolah, misalnya tidak mengizinkan anak bermain video game, menonton televisi, bermain, atau memberikan makanan/jajanan. 
  9. Cari tahu mata pelajaran atau tugas sekolah apa yang sedang dikerjakan atau anak mengalami kesulitan di sana sehingga Anda dapat memberikan pendidikan serupa di rumah
  10. Pujilah perilaku positif anak Anda setiap kali ia mau berangkat ke sekolah atau mengerjakan tugas-tugas sekolah. 
  11. Mencari sumber dukungan sosial lainnya, misalnya dari keluarga besar Anda, teman-teman anak Anda dan keluarganya, atau pemuka agama untuk menambah dukungan bagi anak Anda dalam melewati kesulitan di sekolah. 

Anda mungkin akan mengalami kesulitan ketika melakukan upaya-upaya di atas, mungkin saja Anda menjadi tidak sabar dan frustasi. Tidak apa-apa Sahabat Harapan, hal ini wajar terjadi. Anak Anda mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berproses menghadapi masa-masa sulit untuk kembali ke sekolah sehingga Anda perlu bersabar lebih lama dan tetap memberikan dukungan pada anak Anda. 

References: 

Conlon, C. (September, 2016). Social anxiety and school refusal (part 1). https://nationalsocialanxietycenter.com/2016/09/21/social-anxiety-and-school-refusal-part-1/

Hella, B., & Bernstein, G. A. (2012). Panic disorder and school refusal. Child and Adolescent Psychiatric Clinics21(3), 593-606. 

Wimmer, M. A. R. Y. (2004). School refusal: Information for educators. National Association of School Psychologists (NASP). Helping Children at Home and School3, S5H18-1.

2021 © All Rights Reserved. LembarHarapan.id