Anak gifted atau berbakat seringkali menjadi bagian minoritas dalam suatu kelompok teman sebaya. Mereka terlahir dengan kemampuan alami yang jauh di atas rata-rata anak seusianya. Oleh sebab itu, umumnya mereka kesulitan untuk bergaul sesuai dengan standar usianya. Saat hal tersebut terjadi, tidak jarang muncul masalah-masalah lain yang mengganggu keberfungsian anak gifted dalam kehidupan sehari-hari, seperti depresi, kecemasan, atau masalah perilaku membangkang.
Anak gifted atau berbabakat adalah mereka yang memiliki kemampuan alami di atas rata-rata anak seusianya. Individu dapat berbakat atau unggul di berbagai aspek seperti kognitif, fisik motorik, atau sosio-emosi. Keberbakatan seringkali diturunkan dari keluarga sehingga dapat ditelusuri melalui riwayat keluarga.
Salah satu ciri khas dari anak gifted adalah mereka lebih cerdas dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Mereka memiliki skor IQ sebesar 130 atau lebih. Meskipun demikian, ada peneliti yang merumuskan bahwa skor IQ 117-129 juga dapat disebut sebagai gifted sedang. Salah satu aspek kunci kecerdasan tinggi adalah kemampuan untuk memahami ide-ide baru dengan sangat mudah. Di mana sebagian besar anak mungkin membutuhkan penjelasan kedua atau ketiga untuk memahami konsep baru, atau bergantung pada latihan berulang-ulang untuk menguasai keterampilan asing. Anak berbakat seringkali tidak membutuhkan pengulangan tersebut.
Perkembangan yang lebih cepat dibandingkan dengan anak seusianya bisa menjadi salah satu penanda anak gifted. Misalnya, beberapa anak berbakat intelektual belajar membaca sendiri pada usia muda, seperti usia 3 tahun. Beberapa anak yang sudah maju secara fisik mungkin unggul sejak dini dalam olahraga atau aktivitas fisik.
Tanda lainnya adalah anak Anda mungkin lebih suka berbicara dengan anak yang lebih besar atau orang dewasa. Misalnya, anak Anda yang berusia 4 tahun mungkin berhubungan lebih baik dengan anak berusia 6 tahun daripada dengan anak seusianya.
Meskipun secara kognitif mereka unggul dibanding dengan rekan-rekan seusianya, tetapi karakteristik unggul yang dimiliki anak gifted menyebabkan mereka mengalami berbagai permasalahan. Terlebih lagi mereka tumbuh dalam konteks sosial yang tidak mendukung, memiliki pengetahuan yang minim tentang kekhasan gifted, atau tidak sadar tentang adanya akan kebutuhan khusus yang perlu diberikan. Sebagai contoh, apabila anak berbakat belajar dengan anak-anak di sekolah umum, mereka akan mudah merasa bosan. Dapat dibayangkan, dengan kemampuan berpikir yang sangat cepat, mereka “dengan terpaksa” harus mengulang-ulang kembali pelajaran yang sudah dikuasai. Hal ini juga mereka menandai diri “berbeda” dengan siswa lain di kelas.
Selama bergaul, seringkali anak gifted akan merasa berbeda dari teman-temannya. Mereka juga akan menyadari bahwa sulit untuk berhubungan sosial dengan teman-temannya karena minat yang berbeda jauh, contohnya, mereka cenderung lebih suka membaca ensiklopedia dibandingkan dengan komik. Selain itu, kebutuhan untuk merasa mandiri, motivasi yang tinggi, cenderung perfeksionis, dan sensitif seringkali membuat mereka kesulitan untuk mengatur emosi saat harus berhadapan dengan fakta di lingkungan yang tidak selalu dapat mengakomodasi kebutuhan mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Pujaningsih dan Alfi (2022) menemukan bahwa karakteristik kendala belajar dan perilaku anak gifted di Indonesia ada pada aspek sosial, emosi, dan psikomotorik, dengan penjelasan sebagai berikut:
Perasaan yang ada pada anak gifted menunjukkan tingkat intensitas yang berlebihan dibandingkan dengan teman sebayanya, yaitu ketakutan dan kecemasan, emosional, dan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru. Misalnya, sering menangis karena tersinggung dengan perkataan temannya yang terkadang adalah kata-kata sepele, tapi menjadi masalah besar. Seringkali anak berbakat ini disebut “cengeng”. Kesulitan beradaptasi situasi/kondisi terjadi karena mereka cenderung perfeksionis.
Emosi yang berlebihan ini menimbulkan reaksi emosional yang berlebihan dan hal ini sering menyebabkan mereka menjadi berbeda dan rentan dipandang sebagai individu yang tidak stabil oleh orang tua dan teman. Dalam hal ini, anak gifted memerlukan dukungan untuk mengenali reaksi emosionalnya terhadap hal-hal yang ada di sekitarnya dan berlatih menanggapinya secara wajar.
Bentuk kebutuhan untuk rangsangan lebih pada aspek intelektual adalah kebutuhan sebagai pembelajar mandiri dan kecepatan anak dalam mengolah informasi. Sebagai pembelajar mandiri, tampilan perilaku anak gifted dalam penelitian ini muncul sebagai perilaku keras kepala. Di sekolah, seringkali guru kewalahan dalam mendampingi kebutuhan ini.
Bentuk kebutuhan akan rangsangan yang tinggi pada aspek psikomotor dapat dilihat dari kelebihan energi, gerakan yang tidak terkendali, dan perilaku impulsif. Perilaku impulsif yaitu perilaku yang cenderung tidak memperdulikan dampak dari perilaku yang dilakukan. Berbagai keunikan anak gifted menyebabkan ketidakharmonisan interaksi antara anak gifted dengan lingkungan (teman dan guru).
Membesarkan anak gifted merupakan suatu pengalaman yang menakjubkan. Di sisi lain, mengikuti kebutuhan anak gifted untuk belajar bisa menyenangkan, tetapi juga bisa menjadi pekerjaan besar yang membutuhkan waktu, uang, dan energi. Oleh sebab itu, bagi orang tua dengan anak gifted, jangan lupa untuk merawat diri guna melakukan pekerjaan luar biasa ini. Sahabat Harapan dapat menjaga diri sendiri dengan makan dengan baik, melakukan aktivitas fisik dan istirahat yang cukup, meluangkan waktu untuk hal-hal yang Anda sukai, dan mengelola stres selama mendampingi anak. Semangat Mama, Papa!
Referensi
Dakhlallah, N.M., & Ahmad, J.A.S. (2022). Social And Emotional Characteristics Of gifted Children. Journal of Positive School Psychology, 6 (8), 728-740. Retrieved from http://journalppw.com
Pezzuti, L., Farese, M., Dawe, J., & Lauriola, M. (2022). The Cognitive Profile of gifted Children Compared to Those of Their Parents: A Descriptive Study Using the Wechsler Scales. Journal of Intelligence, 10(4), 91. MDPI AG. Retrieved from http://dx.doi.org/10.3390/jintelligence10040091
Pujaningsih., & Alfi, M.H. (2022). Exploring learning and behavior problems of gifted children in Indonesia: A content analysis study. Jurnal Prima Edukasia, 10 (1), 47-57. Retrieved from https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/article/view/43951/pdf
Raising Children Network. October, 2021. Retrieved from: https://raisingchildren.net.au/preschoolers/play-learning/gifted-talented-children/about-gifted-children#:~:text=gifted%20children%20are%20born%20with,music%2C%20intellectual%20ability%20and%20more
Paramita Estikasari adalah seorang psikolog klinis dengan spesialisasi pada bidang psikologi klinis anak dan remaja. Mita merupakan lulusan sarjana psikologi Universitas Diponegoro dan melanjutkan studi magister dan profesi psikolog di Universitas Indonesia. Selain mendalami parenting, tumbuh kembang anak, dan anak berkebutuhan khusus, Mita juga memiliki ketertarikan pada lingkup hubungan relasi romantis dan pernikahan. Umumnya Mita menggunakan pendekatan dalam konseling/terapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy dan pendekatan Behaviorisme.
No.SIPP (Surat Izin Praktik Psikologi): 3692-21-2-1