Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita mengenai kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami selebritas tanah air. Sayangnya, kasus tersebut hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak kasus KDRT yang terjadi di Indonesia. Dilansir dari situs https://kekerasan.kemenpppa.go.id, terdapat 27.589 kasus yang ditemukan dari seluruh Indonesia, dengan sebagian besar korban adalah perempuan (79,8 %).
KDRT didefinisikan sebagai insiden atau pola insiden dari perilaku mengontrol, mengintimidasi, mengancam, atau pelecehan yang terjadi antara pelaku dan korban. Kekerasan ini banyak terjadi pada relasi personal dan pelaku adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban. Sebagai contoh, tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu. Kekerasan ini meliputi kekerasan yang terjadi pada hubungan pacaran, serta kekerasan kepada asisten rumah tangga. Adapun menurut Pasal 1 UU PKDRT mendefinisikan KDRT sebagai:
“... perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi dalam suatu hubungan
1. Kekerasan emosional. Perilaku yang merusak harga diri korban melalui:
2. Kekerasan psikologis. Perilaku yang menyebabkan korban merasa ketakutan dengan intimidasi seperti:
3. Penyalahgunaan finansial atau ekonomi. Perilaku yang membuat korban bergantung secara finansial dengan mempertahankan kontrol penuh atas sumber daya keuangan, menghalangi akses korban ke keuangan, dan/atau melarang korban menempuh pendidikan atau memiliki pekerjaan.
4. Kekerasan fisik. Perilaku menyakiti atau mencoba menyakiti korban dengan menendang, memukul, menyebabkan luka bakar, mencubit, mendorong, menampar, menarik rambut atau tubuh dengan kasar, menggigit, serta menolak perawatan medis untuk korban. Termasuk pula memaksa korban untuk mengkonsumsi alkohol dan/atau narkoba, atau menggunakan kekuatan fisik lainnya.
5. Kekerasan seksual. Perilaku memaksa korban untuk melakukan aktivitas seksual tanpa persetujuan korban. Contoh perilaku yang menunjukkan kekerasan seksual yaitu:
6. Stalking atau penguntitan. Perilaku apapun yang tidak memiliki tujuan yang sah dan dimaksudkan untuk melecehkan, mengganggu, atau meneror korban. Kegiatan penguntitan yang biasa terjadi yakni melakukan panggilan telepon berulang kali, surat atau hadiah yang tidak diinginkan, pengawasan di tempat kerja, rumah, dan tempat lain yang diketahui sering dikunjungi oleh korban.
Memberanikan diri untuk berbicara kepada orang lain tidaklah mudah bagi korban KDRT. Beberapa alasan seseorang memilih diam ketika mengalami KDRT (silent victim) antara lain:
Untuk itulah, sebagai anggota masyarakat kita harus peduli dengan sekitar, terutama lingkungan keluarga dan tetangga. Kita perlu mengenali ciri-ciri seseorang yang mungkin mengalami KDRT dan membutuhkan bantuan. Dengan kepekaan dan kepedulian kita, korban akan merasa didukung secara psikologis sehingga ia akan lebih mau membuka diri dan membuka peluang untuk dibantu. Adapun ciri-ciri umum yang bisa kita kenali dari seseorang yang diduga mengalami KDRT yakni:
Apabila Sahabat Harapan mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan yang sudah dipaparkan sebelumnya atau menduga seseorang menjadi korban KDRT (bisa pasangan suami/istri atau anak), berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2022). Data kekerasan nasional. Diunduh dari https://kekerasan.kemenpppa.go.id
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. (2020). Menemukenali kekerasan dalam rumah tangga. Diunduh dari https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/menemukenali-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt
United Nations. (n.d.). What is domestic abuse?. Diunduh dari https://www.un.org/en/coronavirus/what-is-domestic-abuse
VanderBill, B. (2022). Why abuse survivors stay silent. Diunduh dari https://psychcentral.com/health/silent-about-abuse#silent-victim-definition
Aisyah Ibadi merupakan seorang Psikolog Klinis dengan peminatan psikologi klinis anak.
Selain memiliki ketertarikan pada tumbuh kembang anak, ia juga tertarik dengan isu-isu kesehatan mental seperti kecemasan, parental burnout dan praktik mindfulness dalam kegiatan sehari-hari. Ia ingin ilmu psikologi yang dimiliki bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
Alumni Sarjana Psikologi Universitas Indonesia
Alumni Magister Profesi Klinis Anak Univ. Indonesia
No. SIPP 0275-22-2-2
STR 112482123-4589179 (ED. 2028)