Setiap pengalaman pertama bisa menghadirkan perasaan bersemangat (excited) atau bahkan justru memunculkan perasaan cemas. Saat pertama kali bertemu dengan keluarga pasangan, masuk kerja atau sekolah baru, atau pindah rumah, kita menghadapi situasi baru. Karena belum familiar dengan situasi baru, kita mungkin mempersepsikannya sebagai suatu ancaman yang berbahaya. Begitu pula dengan anak-anak yang menghadapi hari pertama masuk sekolah, mereka menjadi cemas dan gugup karena merasa belum familiar dengan lingkungan baru, orang-orang baru, dan rutinitas baru di sekolah.
Memulai sekolah baru bisa menjadi pengalaman yang stressful bagi anak-anak, terutama saat memasuki sekolah pada tahun transisi, misalnya dari taman kanak-kanak masuk sekolah dasar atau dari sekolah dasar ke jenjang sekolah menengah. Hal ini dikarenakan adanya perubahan sistem dukungan sosial yang dimiliki anak, misalnya teman sebaya atau guru yang tidak lagi sama dengan level sebelumnya, atau lingkungan fisik sekolah yang berubah. Orang tua perlu mengenali dan mengamati gejala kecemasan yang muncul pada anak, seperti:
Jika gejala di atas muncul pada anak, orang tua dapat mengambil peran untuk membantu dan mendukung anak tanpa memperburuk kekhawatiran mereka. Sahabat Harapan dapat melakukan tips ini untuk membantu anak mengatasi kecemasan saat masa transisi masuk sekolah baru:
Ini akan membantu anak untuk mengidentifikasi sumber kekhawatiran dan memvalidasi emosi yang ia rasakan. Orang tua juga perlu menjelaskan kepada anak bahwa kecemasan adalah sesuatu yang normal dan dialami oleh semua orang. Hal ini akan menguatkan kepercayaan diri anak bahwa dia mampu mengatasinya.
Di bawah ini adalah sumber khawatiran yang umumnya dialami oleh anak saat memasuki sekolah pertama kali:
– Takut berpisah dengan orang tua (separation anxiety)
– Takut kehilangan orang tua: anak mungkin berpikir bahwa ada hal buruk yang terjadi pada orang tua saat mereka di sekolah, misalnya orang tua mengalami sakit atau kecelakaan, orang tua bertengkar
– Takut ada masalah di sekolah: misalnya
Anak-anak dapat mengetahui apakah orang tua merasa gugup dan cemas. Anda perlu memastikan sumber kecemasan Anda sendiri, sama seperti anak mengidentifikasi sumber kecemasan mereka sehingga Anda dapat mengelola respon tubuh dan perilaku Anda di depan mereka. Ketika anak Anda menyaksikan Anda mampu mengelola stres dan kecemasan, anak juga akan merasa tenang dan percaya diri.
Jika anak telah mampu menyebutkan sumber kekhawatiran, orang tua perlu mengakui perasaan anak. Seringkali, anak-anak hanya perlu sedikit validasi untuk merasa lebih baik. Contoh kalimat validasi, “Bunda tahu betapa sulitnya berkenalan dengan teman baru”, “Ayah juga pernah merasa cemas seperti kakak waktu tersesat mencari toilet di sekolah”. Anda dapat meningkatkan kepercayaan diri anak dengan membantu mereka menyusun berbagai skenario dan strategi untuk menangani hal-hal yang mereka khawatirkan.
Tidak ada yang bisa mengatasi kesulitan atau tantangan dengan baik ketika lelah atau lapar. Anak yang cemas sering lupa makan, tidak merasa lapar, dan kurang tidur. Sediakan camilan yang banyak dan bergizi untuk anak. Anda juga perlu membangun rutinitas yang teratur sehingga kehidupan anak Anda lebih dapat diprediksi. Rutinitas ini dapat melibatkan jadwal makan dan tidur yang teratur sehingga kebutuhan dasar anak terpenuhi dengan baik.
Libatkan anak untuk menyiapkan peralatan sekolah, pakaian, dan bekal makanan bersama-sama. Lakukan persiapan dalam waktu yang cukup, misalnya di malam hari sehari sebelumnya sehingga Anda dan anak Anda tidak terburu-buru. Hal ini dapat membantu meningkatkan semangat anak dan mencegah munculnya emosi negatif karena kewalahan dikejar waktu.
Untuk mengurangi kegugupan di hari pertama, Anda dapat membawa anak Anda ke sekolah sebelumnya untuk berjalan-jalan bersama dan mencari tahu lingkungan fisik sekolah, dimana letak lokasi ruang kelas, ruang guru, toilet, tempat bermain, perpustakaan, kantin dan sebagainya. Bertemu guru lebih awal juga dapat membantu. Anda juga dapat berlatih dengan anak jauh-jauh hari dengan membiarkan mereka berlatih tinggal di kelas beberapa menit, atau mengunjungi sekolah pada akhir pekan dan meminta anak berlatih turun dari mobil di titik pengantaran. Dengan demikian, anak terbiasa dengan rutinitas perpisahan yang mungkin sulit bagi mereka. Semakin banyak kesempatan untuk pemaparan, pengulangan, dan penguasaan terhadap sekolah akan membantu anak untuk lebih siap dan berani mengatasi kecemasan.
Beri tahu guru, psikolog sekolah, karyawan atau murid yang dapat dipercaya di sekolah jika anak Anda membutuhkan dukungan ekstra untuk membuat transisi yang sukses. Anda dapat memberi penjelasan pada mereka bahwa anak Anda merasa gugup dan oleh karenanya membutuhkan dukungan sosial agar lebih nyaman. Anda dapat meminta bantuan guru, murid lain, atau staf di sekolah untuk bersiap menyambut anak Anda di gerbang sekolah atau di ruang kelas. Jika anak dapat bertemu guru atau teman terdekatnya sebelum kelas menjadi ramai, maka ia akan menjadi lebih tenang.
Minta bantuan guru atau petugas di sekolah untuk melibatkan anak Anda dalam beberapa aktivitas atau memberi anak tugas untuk dilakukan segera saat anak Anda cemas. Misalnya, “Bisakah kamu membantu Ibu guru membawa semua kertas ini ke tempat sampah?” Ini dapat membantu anak mengalihkan pikiran dari kekhawatiran dan emosi cemasnya.
Ketika anak berhasil melewati momen perpisahan yang sulit, berikan pujian, “Kerja yang bagus kakak langsung menuju kelas pagi ini!”. Ingatkan anak bahwa Anda akan kembali untuk menjemput mereka. Beri tahu mereka bahwa mereka dapat bersama Anda setelah selesai jam sekolah dan menceritakan pengalaman mereka. “Adek hebat sudah berani datang ke sekolah hari ini. Ketika Bunda jemput Adek nanti siang, Adek beritahu Bunda ya apa yang menyenangkan saat di sekolah. ”
Merasa cemas saat masuk ke sekolah baru adalah hal yang normal bagi anak. Peran kita adalah membantu anak mengelola kecemasan tersebut, bukan membuat mereka menghindari pergi ke sekolah. Tidak terlalu mengkhawatirkan anak dan sedikit mengabaikan rengekan mereka tidak berarti kita adalah orang tua yang buruk. Menuruti anak untuk tidak sekolah karena menghindari kecemasan hanya akan meningkatkan dan memperkuat ketakutan anak dalam jangka panjang. Anak akan salah mengartikan sekolah sebagai tempat yang berbahaya atau menakutkan. Pada akhirnya ini membuat anak mogok sekolah dan semakin sulit hadir di sekolah. Anak juga akan kehilangan kesempatan berharga untuk mengembangkan dan melatih keterampilan sosial, untuk sukses dan menguasai suatu kemampuan (mastery), untuk diakui dan dipuji karena potensi dirinya, dan menghadapi tantangan yang tentu akan selalu ada dalam kehidupan anak.
References
Miller, C. (n.d). Back to School Anxiety: How to help kids manage worries and have a successful start to the school year. Diakses dari ht tps://childmind.org/article/back-school-anxiety/#listen-to-worries
Pelaez, M., & Novak, G. (2020). Returning to school: Separation problems and anxiety in the age of pandemics. Behavior analysis in practice, 13(3), 521-526.
Queensland Government (n.d). Anxiety about going to school. Diakses dari https://education.qld.gov.au/initiativesstrategies/Documents/anxiety-about-going-school.pdf
Puput Mariyati merupakan Psikolog Klinis yang memiliki peminatan pada bidang kesehatan mental dewasa dan keluarga. Isu-isu psikologi yang ia gemari adalah depresi dan stress; parenting; perkembangan anak, khususnya anak berkebutuhan khusus (special needs); serta pendekatan terapi kognitif-perilaku dan psikologi positif. Bagi pemilik motto hidup “man jadda wajada” ini, mendalami dan berperan sebagai praktisi di bidang psikologi adalah salah satu jalan baginya untuk bisa menebar manfaat pada orang lain.
Alumni Sarjana Psikologi, Universitas Indonesia, Depok
Alumni Magister Profesi Psikologi Klinis, Universitas Airlangga, Surabaya
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3358-21-2-1