Dalam berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain, tentunya tidak semua hal menyenangkan yang kita terima. Terkadang, kita merasa diperlakukan tidak adil ataupun sakit hati karena perilaku orang lain. Karena itu, perasaan marah, benci bahkan dendam, sewajarnya muncul dalam diri kita. Namun, berlarut-larut dalam perasaan demikian bukanlah kehidupan yang menyenangkan untuk dijalani. Untuk itulah kita perlu memaafkan kesalahan yang diperbuat orang lain kepada kita. Dalam berbagai penelitian disebutkan bahwa memaafkan berkaitan dengan well-being seseorang seperti penurunan kecemasan, mengurangi gejala depresi dan gejala gangguan kejiwaan lainnya. Toussaint dan Worthington, penulis buku Forgiveness and Health, mengatakan bahwa pelepasan stres merupakan faktor penghubung utama antara memaafkan dan well-being. Seperti yang kita ketahui, stres yang kronis berdampak buruk bagi kesehatan psikis maupun fisik. Dengan memaafkan, kita melepaskan diri dari stres yang timbul karena perasaan ataupun pikiran negatif sehingga terhindar dari masalah psikis maupun fisik.
Apa itu memaafkan?
Memaafkan seseorang berarti kita secara sengaja mengesampingkan perasaan marah, benci atau dendam kepada orang yang telah berbuat kesalahan kepada kita. Kita memilih untuk terlepas dari penderitaan (perasaan dan pikiran negatif yang muncul) akibat kesalahan orang tersebut. Seseorang yang memaafkan dalam prosesnya akan bisa bersikap empati, welas asih dan memahami orang yang telah berbuat salah kepadanya.
Memaafkan bukan berarti membiarkan orang yang berbuat salah lolos dari hukuman. Sebagai contoh pada korban pelecehan seksual atau kekerasan. Ketika korban memaafkan pelaku, hal tersebut tidak berpengaruh pada penegakan keadilan (pelaku tetap menjalani proses hukum). Memaafkan juga tidak membutuhkan rekonsiliasi atau perdamaian. Ketika kita memaafkan seseorang, kita tidak harus berteman baik dengan orang tersebut setelahnya. Kita boleh menjaga jarak dengan orang yang telah menyakiti kita dalam proses memaafkan.
Apakah memaafkan juga harus melupakan?
Dalam prosesnya, kita sangat mungkin memaafkan namun masih mengingat kesalahan orang lain terhadap kita. Kita bisa mengingat jelas kejadiannya namun perasaan dan pikiran negatif akibat itu semua sudah tidak ada lagi atau jauh berkurang. Dalam sebuah penelitian eksperimen mengenai memaafkan dan melupakan, didapatkan kesimpulan bahwa memaafkan akan mengarahkan kita untuk melupakan kenangan tentang kesalahan orang lain yang menyakiti kita, seiring dengan berjalannya waktu (tidak pada awal proses memaafkan dimulai). Hal ini disebabkan ketika kita berusaha memaafkan kesalahan orang lain, kita juga akan berusaha tidak mengingat-ingat hal-hal negatif yang kita dapatkan dan rasakan dari perbuatan orang tersebut.
Jadi, bagaimana memulai untuk memaafkan?
Akui setiap perasaan yang muncul. Marah, sedih, kecewa, apapun yang kita rasakan akibat perbuatan orang lain adalah valid. Kita menerima fakta bahwa kita merasa tersakiti. Kita juga menyadari bahwa perbuatan seseorang memberikan dampak negatif pada diri kita. Ketika kita mengakui dan menyadari apa yang dirasakan, akan mudah bagi kita untuk mengelola perasaan itu dan memulai proses memaafkan.
Bersikap rendah hati. Sadari bahwa setiap orang punya kekurangan termasuk orang yang menyakiti kita dan diri kita sendiri. Bersikap rendah hati juga berarti tidak menaruh harapan kepada orang lain dan fokus memberikan kebaikan kepada orang lain tanpa pamrih. Begitu pula dengan memberikan maaf kepada orang lain, dilakukan tanpa mengharap apapun dari orang tersebut.
Mencoba untuk bersikap empati. Ketika menghadapi perilaku orang yang telah menyakiti atau berbuat kesalahan pada diri kita, kita berusaha untuk menempatkan diri di posisi orang tersebut. Sebagai contoh, kita merasa sakit hati karena perilaku kerabat yang sering memberikan komentar negatif tentang fisik kita (body shaming). Kita bisa mencoba memahami mengapa sikapnya demikian dengan berpikir, sepertinya memang begitulah cara dia berbasa-basi dengan orang lain. Mungkin ia pun diperlakukan demikian oleh keluarganya dulu dan melihat lingkungan pergaulannya, sepertinya orang tersebut belum tau apa itu body shaming. Jadi, ia melakukan body shaming karena belum mengerti bahwa hal itu adalah sesuatu yang salah dan sebagainya. Contoh lain, ketika atasan di tempat kerja memberikan komentar yang menyakitkan mengenai kinerja kita. Kita bisa mencoba memahami situasi atasan saat itu. Kita melihat dari sisi atasan bahwa ia sedang dalam tekanan karena tenggat waktu proyek sudah semakin dekat sehingga ia menjadi lebih sensitif belakangan ini. Melatih diri untuk bersikap empati terhadap perbuatan orang lain bisa kita ekspresikan lewat tulisan. Kita bisa menuliskan apa yang kita alami dan menanggapinya dengan rasa empati.
Perlu diingat, memaafkan adalah proses. Oleh karena itu, memaafkan butuh waktu dan dalam perjalanannya tidaklah selalu mudah. Tetaplah berusaha meskipun sulit. Memaafkan sejatinya bukan untuk orang lain (yang telah berbuat salah kepada kita), tetapi untuk ketenangan jiwa kita sendiri.
Referensi
American Psychological Association. (n.d). Forgiveness. In APA dictionary of psychology. Retrieved April 25, 2022, from https://dictionary.apa.org/forgiveness
Cohen, I., S. (2021). 3 Key Principles of Forgiveness. Psychology Today. Retrieved April, 26, 2022, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/your-emotional-meter/202107/3-key-principles-forgiveness
Noreen, S., Bierman, R. N., & MacLeod, M. D. (2014). Forgiving You Is Hard, but Forgetting Seems Easy: Can Forgiveness Facilitate Forgetting? Psychological Science, 25(7), 1295–1302. https://doi.org/10.1177/0956797614531602
Weir, K. (2017). Forgiveness can improve mental and physical health. Retrieved April 25, 2022, from https://www.apa.org/monitor/2017/01/ce-corner
Aisyah Ibadi merupakan seorang Psikolog Klinis dengan peminatan psikologi klinis anak.
Selain memiliki ketertarikan pada tumbuh kembang anak, ia juga tertarik dengan isu-isu kesehatan mental seperti kecemasan, parental burnout dan praktik mindfulness dalam kegiatan sehari-hari. Ia ingin ilmu psikologi yang dimiliki bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
Alumni Sarjana Psikologi Universitas Indonesia
Alumni Magister Profesi Klinis Anak Univ. Indonesia
No. SIPP 0275-22-2-2
STR 112482123-4589179 (ED. 2028)