Menangis: Baikkah untuk Kesehatan?

Pernahkah Sahabat Harapan mendengar pepatah bijak yang mengatakan bahwa “Menangis adalah hadiah bagi jiwa seseorang”? Pepatah ini terdengar begitu melegakan sekaligus menghibur, terutama pada saat kita mengalami momen-momen penting dalam hidup  yang mendorong kita untuk menangis. Menangis merupakan respon alami dan unik yang dimiliki manusia untuk mengekspresikan emosi. Menangis dihubungkan dengan peristiwa emosional yang penting, baik peristiwa positif (misalnya, pernikahan, kelahiran anak, memenangkan perlombaan, menerima penghargaan) atau peristiwa negatif (misalnya, kematian orang yang dicintai, kehilangan barang berharga, kegagalan di acara penting). 

Patel (1993) mendefinisikan menangis sebagai fenomena secretomotor yang kompleks ditandai dengan keluarnya air mata dari aparatus lakrimal, tanpa iritasi pada struktur mata, dan sering disertai dengan perubahan pada otot-otot ekspresi wajah, vokalisasi, dan dalam beberapa kasus terdapat isak tangis yang menghirup dan menghembuskan udara dengan pernapasan dan kelompok otot batang tubuh (truncal muscle groups). Secara sederhana, penulis menyimpulkan bahwa menangis adalah keluarnya air mata sebagai sebuah ekspresi emosi tertentu. 

Manfaat menangis untuk kesehatan

Menurut penelitian, menangis tidak hanya membawa kelegaan emosi, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi kesehatan. Teori biokimia memandang air mata sebagai sarana untuk membersihkan tubuh dari racun berbahaya. Fungsi penting dari menangis adalah menghilangkan kotoran seperti asap dan debu dari mata dan melumasi mata untuk membantu melindunginya dari infeksi. Air mata yang terhalangi dikatakan dapat membahayakan kesehatan, misalnya menimbulkan efek yang merusak kesehatan, seperti sakit kepala, maag, hipertensi, dan insomnia. 

Secara teoritis, menangis berguna sebagai mekanisme alami untuk penyembuhan atau pertumbuhan. Para peneliti menemukan bahwa menangis melepaskan oksitosin dan opioid endogen yang juga dikenal sebagai endorfin, bahan kimia yang membuat kita merasa baik sehingga membantu meringankan rasa sakit fisik dan emosional. Menangis dikaitkan dengan peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis yang secara khusus terkait dengan proses pemulihan dan relaksasi. Menangis dapat bermanfaat untuk melepas ketegangan dan menghadirkan perasaan lega yang dikenal dengan istilah katarsis. Teori psikodinamik memandang bahwa pemblokiran air mata bisa menjadi bentuk represi yang menghasilkan kerusakan psikologis. Menangis dapat menjadi pengalaman terapeutik bagi seseorang dalam proses pemulihan. Saat klinisi (dokter/psikolog) bekerja bersama klien dalam konsultasi atau terapi, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa menangis adalah pengalaman terapeutik positif untuk pasien/klien. 

Dalam kajian tentang stres, menangis dianggap sebagai perilaku coping (upaya untuk mengatasi stres) yang unik karena menyatukan strategi coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) dan berfokus pada masalah (problem-focused coping). Menangis merangsang aktivitas fisiologis parasimpatis dengan pernapasan aritmia sinus yang dianggap sebagai indeks kapasitas regulasi diri yang membantu individu dalam bereaksi terhadap stressor. Tangisan mengurangi produksi kortisol sehingga meningkatkan pemulihan keseimbangan homeostatik dalam tubuh dan bisa mengurangi reaksi terhadap stres. Menangis memiliki fungsi self-shooting, yaitu proses internal dalam diri yang bertujuan untuk menenangkan diri saat mengalami kesusahan, terutama untuk mengurangi emosi negatif yang pada akhirnya menghasilkan kondisi homeostasis. 

Menangis tidak selalu baik untuk kesehatan

Berkebalikan dengan pandangan di atas yang menyebutkan manfaat dari menangis, literatur lain memiliki pandangan bahwa menangis juga bisa membawa dampak yang merugikan. Dampak dari menangis bisa menguntungkan atau merugikan sangat bergantung dengan faktor-faktor sosial dan kontekstual yang melingkupi episode menangis. Orang yang mendapat dukungan sosial saat menangis lebih mungkin melaporkan manfaat atau keuntungan suasana hati yang membaik daripada yang menangis tanpa dukungan sosial. Manfaat dari menangis lebih mungkin terjadi ketika peristiwa pencetus dari episode menangis telah selesai daripada ketika peristiwa belum terselesaikan. Tangisan yang diiringi emosi negatif seperti rasa malu cenderung tidak membawa manfaat terhadap suasana hati. 

Selain konteks sosial, literatur menemukan adanya faktor traits atau kepribadian yang berhubungan menangis. Wanita dewasa lebih sering menangis dan lebih intens daripada pria dewasa. Temuan lainnya adalah bahwa orang-orang mendapat skor lebih tinggi pada sifat kepribadian neuroticism (kerentanan untuk mengalami emosi negatif) melaporkan lebih sering menangis daripada orang yang lebih rendah dalam neurotisisme. Atau, orang dengan alexithymia (karakteristik yang melibatkan kesulitan dalam memahami sumber dan makna emosi) tinggi melaporkan suasana hati yang memburuk setelah menangis. 

Menangis bisa menjadi masalah

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menangis memiliki konsekuensi psikologis yang beragam, bergantung pada konteks sosial dan faktor individual (traits atau kepribadian). Lalu, pertanyaannya, kapan menangis bisa menjadi masalah? Menangis menjadi pertanda adanya suatu masalah jika terjadi sangat sering dan/atau tanpa alasan yang jelas, atau ketika tangisan mulai memengaruhi aktivitas sehari-hari atau menjadi tidak terkendali.

Menangis bervariasi dalam durasi, intensitas, dan aspek kualitatif, misalnya karakteristik dan komponen tangisan (terisak, berteriak, nada atau vokalisasi) yang berbeda. Hal ini perlu dicermati karena karakteristik dan komponen ini mewakili mekanisme psikologis yang memediasi hubungan antara tangisan dan suasana hati. Jika intensitas dan durasi menangis dianggap mengganggu dan menimbulkan tanggapan negatif dari orang lain, atau tangisan menjadi berlebihan dalam periode waktu yang lama sehingga pengeluaran energi cukup besar dan menyebabkan kelelahan atau kesulitan tidur atau suasana hati yang memburuk, maka Sahabat Harapan perlu untuk waspada. Atau juga sebaliknya, ketika orang yang menderita gangguan depresi atau kecemasan tidak dapat menangis, bahkan ketika mereka menginginkannya, maka Sahabat Harapan bisa menemui seorang profesional medis atau psikologis untuk membantu orang tersebut. Tenaga profesional seperti dokter atau psikolog akan membantu Sahabat Harapan untuk mendiagnosis masalah dan menyarankan perawatan yang tepat. Psikolog dari Lembarharapan.id siap membantu Anda. 

References: 

  • Gračanin, A., Bylsma, L. M., & Vingerhoets, A. J. (2014). Is crying a self-soothing behavior?. Frontiers in psychology, 5, 502.
  • Newhouse, L. (Maret, 2021). Is crying good for you? Diakses 21 April 2022 dari https://www.health.harvard.edu/blog/is-crying-good-for-you-2021030122020
  • Rottenberg, J., Bylsma, L. M., & Vingerhoets, A. J. (2008). Is crying beneficial?. Current Directions in Psychological Science17(6), 400-404.
  • Rottenberg, J., Bylsma, L.M., Wolvin, V., & Vingerhoets, A.J.J.M. (2008). Tears of sorrow, tears of joy: An individual differences approach to crying in Dutch females. Personality and Individual Differences, 45, 367–372.
  • Vingerhoets, A.J.J.M., & Scheirs, J.G.M. (2000). Sex differences in crying: Empirical findings and possible explanations. In A.H. Fischer (Ed.), Gender and emotion: Social psychological perspectives (Studies in Emotion and Social Interaction 2, pp. 143–165). Cambridge, UK: Cambridge University Press.
  • Vingerhoets, A. J., & Bylsma, L. (2007). Crying and health: Popular and scientific conceptions. Psihologijske teme16(2), 275-296.
2021 © All Rights Reserved. LembarHarapan.id