“Terima kasih karena sudah menahan pintu itu agar aku bisa masuk.”
“Terima kasih karena sudah menyimpan pensil yang tidak sengaja aku tinggalkan di sini.”
“Terima kasih karena sudah menanyakan keadaanku disaat aku sakit.”
Gratitude merupakan hal yang sangat lumrah yang biasa kita ungkapkan kepada orang lain sehari-hari. Gratitude sering kali keluar dari mulut kita untuk hal-hal kecil dan ditujukan kepada orang lain. Tahukah Sahabat Harapan bahwa rasa terima kasih tidak hanya dapat kita ucapkan untuk hal-hal yang orang lain lakukan kepada kita, tapi gratitude dapat ditujukan untuk hal-hal yang lebih dari sekedar apresiasi terhadap bantuan?
Artikel ini bermaksud mengajak Sahabat Harapan semua untuk melihat ke dalam diri, seluruh perjuangan yang sudah kita lalui, bagaimana seluruh usaha kita membawa kita pada titik ini, dan bagaimana kesulitan yang saat ini kita rasakan akan membawa kita pada suatu titik dalam hidup dimana kesulitan-kesulitan ini tidak lagi terasa terlalu berat.
Artikel ini bermaksud mengajak Sahabat Harapan untuk mengapresiasi setiap perjuangan, setiap hal yang kita miliki, sekecil apapun itu.
Artikel ini bermaksud mengajak Sahabat Harapan untuk merasakan gratitude atas hidup, atas segala perjuangan, atas segala pencapaian, sekecil apapun itu.
Dalam artikel ini, penulis akan menggunakan kata gratitude, dan bukan terima kasih atau rasa syukur. Hal ini dikarenakan penulis merasa bahwa gratitude tidak dapat diartikan sebagai salah satu dari kata terima kasih atau syukur, melainkan mencakup keduanya atau bahkan lebih luas lagi.
Jadi, kita bisa mulai dari apa itu gratitude?
Pengertian gratitude sangat luas, memiliki sejumlah arti yang berbeda, dan cenderung bergantung pada konteks. Misalnya, gratitude, dianggap sebagai emosi yang muncul setelah kita menerima bantuan yang dianggap mahal, berharga, dan/atau altruistik sehingga gratitude juga dikonseptualisasikan sebagai emosi yang selalu diarahkan untuk menghargai tindakan membantu orang lain. Selain itu, sumber lain mengatakan bahwa gratitude merupakan reaksi emosional positif dalam menanggapi penerimaan hadiah atau sesuatu bermanfaat yang diterima dari orang lain.
Konsep gratitude di atas sering kali tidak mampu untuk mencakup seluruh aspek kehidupan yang dianggap sebagai sumber dari rasa syukur bagi sebagian orang karena ada sesuatu yang lebih besar dari gratitude. Gratitude tidak hanya sesuatu yang dirasakan saat mendapatkan sesuatu yang orang lain. Gratitude dapat dianggap sebagai kebajikan moral, sikap, emosi, kebiasaan, sifat kepribadian, dan respon dalam menangani sebuah kejadian. Gratitude juga dikonseptualisasikan sebagai fenomena keadaan (yaitu reaksi emosional terhadap peristiwa atau pengalaman saat ini). Secara praktik klinis, gratitude didefinisikan sebagai bentuk apresiasi terhadap sesuatu yang bermakna kepada diri kita; secara umum disebut rasa terima kasih dan/atau apresiasi.
Secara umum, gratitude dirasakan apabila kita menyadari bahwa sesuatu atau kondisi yang baik terjadi kepada kita, diiringi dengan apresiasi terhadap pemberi sesuatu atau kondisi itu, baik itu individual maupun zat lain yang mempengaruhi terjadinya sesuatu yang baik tersebut. Sumber dari gratitude dapat berupa hal sesimpel “bangun di pagi hari” yang tidak ditunjukkan kepada seseorang tertentu. Gratitude dapat muncul sebagai penghargaan atas kemampuan seseorang, atau kondisi yang memungkinkan kelancaran pengerjaan suatu tugas. Hal ini menunjukkan bahwa gratitude tidak hanya terbatas pada penghargaan interpersonal terhadap bantuan orang lain.
Gratitude dapat menjadi orientasi hidup yang lebih luas yang digunakan untuk memperhatikan dan menghargai hal-hal positif yang ada di dunia, kecil atau besar. Menjadikan gratitude sebagai orientasi hidup tidak sama dengan emosi-emosi lain, seperti optimisme, harapan, maupun kepercayaan. Gratitude sebagai orientasi hidup dapat melibatkan beberapa konsep, yaitu:
Gratitude yang dirasakan terhadap orang lain atas bantuan, hadiah, pemberian, dll.
Fokus pada aset positif yang terlihat maupun tidak terlihat yang dimiliki seseorang, dan tidak adanya perasaan kekurangan.
Seringnya seseorang merasa kagum.
Melakukan perilaku tertentu secara berkala untuk mengungkapkan gratitude.
Memfokuskan diri pada aspek positif yang dirasakan saat ini dan merasakan gratitude terhadap sumber non-social, seperti benda (misalnya, merasa penting untuk mengapresiasi keindahan dan wanginya bunga).
Apresiasi muncul dari pemahaman bahwa tidak ada yang bersifat permanen dalam hidup ini.
Perasaan positif yang muncul dari apresiasi bahwa ada kehidupan lain yang lebih buruk dari yang saat ini kita jalani.
Konsep-konsep di atas merupakan faktor gratitude yang lebih tinggi, dan menandakan bahwa seseorang yang memiliki grateful personality (kepribadian grateful) mencakup aspek-aspek di atas. Oleh karena itu, apabila kita merasa grateful, kita akan merasakan atau mengalami hal-hal di atas dalam melihat atau berinteraksi dengan dunia. Konsep-konsep di atas menunjukkan definisi gratitude yang lebih luas dari pengertian-pengertian yang coba dikemukakan sebelumnya.
Lalu, bagaimana pengaruh gratitude terhadap kesejahteraan individu maupun kesehatan mental?
Apabila gratitude hanya dianggap sebagai rasa terima kasih terhadap orang lain, hubungan gratitude dan kesejahteraan ataupun kesehatan mental menjadi tidak jelas. Bagaimana keduanya dapat berhubungan? Apakah semudah itu? Hanya dengan merasa berterima kasih terhadap bantuan orang lain kita jadi mampu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup kita atau bahkan kesehatan mental kita? Apabila gratitude hanya merupakan rasa terima kasih yang bersifat interpersonal, individu dengan gratitude yang tinggi justru bisa saja memiliki kesejahteraan yang rendah karena kecenderungan untuk melihat kesuksesan mereka sebagai akibat dari bantuan orang lain.
Kesejahteraan muncul dari bagaimana individu menginterpretasikan kejadian dalam hidupnya, misalnya individu dengan kesejahteraan rendah akan menghubungkan kesuksesan yang mereka alami terjadi karena hal-hal di luar kemampuan dirinya dan bersifat sementara. Kecenderungan ini berhubungan dengan depresi, kecemasan, dan afek negatif.
Hubungan gratitude dan kesejahteraan ataupun kesehatan mental menjadi lebih jelas apabila kita mengkonsepsikan gratitude sebagai orientasi hidup. Menyadari dan menghargai hal-hal positif dalam hidup berkaitan erat dengan kesejahteraan hidup itu sendiri, dan berlawanan dengan depresi, yang mempersepsikan segala sesuatu dalam hidup sebagai sesuatu yang negatif, baik itu diri sendiri, dunia, dan masa depan.
Gratitude berhubungan dengan sikap yang memiliki fungsi emosional yang positif, disfungsi yang lebih rendah, dan hubungan sosial yang positif. Individu yang grateful tidak mudah marah, depresi, dan rentan secara emosional, melainkan lebih banyak mengalami emosi positif. Gratitude juga berkorelasi dengan sifat-sifat yang terkait dengan fungsi sosial yang positif; kehangatan emosional, suka berteman, mencari aktivitas, kepercayaan, altruisme, dan kelembutan hati. Gratitude membuat seseorang lebih mungkin untuk melakukan perilaku yang produktif secara pribadi dan sosial. Gratitude dapat mengarahkan individu untuk menjalani kehidupannya dengan lebih penuh yaitu dengan memaksimalkan potensi dan pengembangan diri.
Selama ini, kita mungkin menganggap gratitude sebagai sesuatu yang bersifat sederhana, sepele bahkan, yaitu hanya dengan rasa terima kasih kepada orang lain. Memahami gratitude yang lebih dalam, dan menyadari bahwa gratitude tidak hanya sekedar apa yang selama ini kita ketahui membuat kita melihat hidup dari perspektif yang baru. Apalagi mengetahui dampaknya yang signifikan terhadap kesejahteraan dan kesehatan mental kita. Seluruh perjuangan yang kita lalui hingga sampai pada titik ini merupakan hasil dari kerja keras kita, namun apakah kita sudah cukup mengapresiasi perjuangan kita? Apakah kita sudah cukup mengapresiasi setiap hal yang kita miliki saat ini, dari yang terkecil hingga yang terbesar? Penulis berharap artikel ini mampu mengajak kita berpikir mengenai hidup, berterima atas hidup dan perjuangan diri kita, bersyukur atas nafas yang sampai saat ini masih kita hembuskan. Menghargai orang-orang yang selalu ada dan memberikan bantuan dalam setiap langkah kehidupan kita. Mengapresiasi keberadaan orang-orang yang menyulitkan kita, hingga kita dapat belajar menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidup kita. Melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita dari sisi positifnya, karena segala sesuatu selalu memiliki dua sisi.
“We can complain because rose bushes have thorns, or rejoice because thorns have roses.” – Alphonse Karr, A Tour Round My Garden
References:
Zafirah adalah seorang psikolog klinis dengan spesialisasi pada psikologi klinis anak dan dewasa. Zafirah menyelesaikan pendidikan Sarjana Psikologi di Universitas Tarumanagara dan pendidikan Magister Psikologi Profesi Klinis di Universitas Airlangga. Zafirah memiliki ketertarikan pada berbagai permasalahan psikologis, seperti kecemasan, depresi, permasalahan perilaku dan intelektual pada anak, permasalahan dalam hubungan dan pernikahan, serta permasalahan psikologis lainnya.
Zafirah percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan yang dihadapi dalam hidup, mereka hanya memerlukan orang yang tepat untuk diajak berdiskusi mengenai permasalahan itu.
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3357-21-2-1