Picky Eating, Tenang dan Jangan Panik!

Pernahkah Sahabat Harapan mendengar “curhatan” orang tua yang mengeluhkan anaknya sulit makan atau sangat pilih-pilih makanan? Atau mungkin Sahabat Harapan sedang berada pada situasi demikian? Kesulitan makan pada anak merupakan sebuah situasi yang umum dan sering terjadi terutama pada anak usia dini. Situasi sulit makan atau sangat pilih-pilih makanan pada anak seringkali membaik dengan sendirinya tanpa bantuan dari professional kesehatan. Namun, terdapat pula kondisi anak sulit makan yang juga menjadi sebuah ancaman kesehatan fisik, misalnya kekurangan berat badan, kekurangan gizi dan nutrisi, dan  kondisi kekebalan tubuh yang menurun.

Apa itu Picky Eating?

Picky/fussy eating adalah kondisi dimana anak mengonsumsi makanan yang tidak memadai atau tidak bervariasi dengan cara penolakan pada makanan yang familiar maupun kurang familiar bagi mereka. Anak juga tidak mengonsumsi sejumlah makanan dengan memadai. Picky eating sering dikaitkan dengan kondisi food neophobia, yaitu kondisi ketika anak takut untuk mencoba suatu makanan yang baru yang biasanya identik dengan jenis makanan sayuran dan buah-buahan. Anak yang mengalami food neophobia cenderung takut atau menolak jenis makanan yang tidak familiar baginya berdasarkan penilaian visual (penglihatan). Berbeda dengan picky eating, anak biasanya menolak untuk makan makanan tertentu karena adanya penilaian yang keliru akan rasa, tekstur, dan bau ketika masuk ke dalam mulutnya, meskipun sebelumnya itu adalah makanan yang akrab/familiar bagi anak.

Berdasarkan data dari ALSPAC (Avon Longitudinal Study of Parents and Children), prevalensi anak yang mengalami picky eating sebesar 10% pada anak usia 24 bulan, sebesar 15% memuncak pada usia 38 bulan, dan kemudian perilaku picky eating menurun di usia 54 dan 65 bulan. Beberapa penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa usia puncak anak mengalami picky eating berada pada usia 3 tahun, meskipun terdapat beberapa studi yang juga menyatakan puncaknya berada pada usia 6 tahun. Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai prevalensi, picky eating kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu: anak dengan pemulihan picky eating yang relatif cepat dan anak dengan picky eating yang persisten (bertahan lama).

Untuk memastikan apakah anak mengalami picky eating atau tidak, terdapat beberapa asesmen berupa kuesioner yang dapat diisi oleh pengasuh seperti Children’s Eating Behavior Questionnaire, The Child Feeding Questionnaire, The Lifestyle Behavior Questionnaire, The Stanford Feeding Questionnaire dan The Preschooler Feeding Questionnaire. Atau dengan cara yang paling mudah adalah dengan mengamati, mengobservasi, mencatat perilaku anak kemudian didiskusikan dengan profesional seperti dokter spesialis anak, ahli gizi, dan/atau psikolog anak.

Apa yang menyebabkan kondisi Picky Eating?

Terdapat beragam kondisi yang diteliti untuk mengetahui apa penyebab dari picky eating, meskipun hingga saat ini penyebab utamanya dari situasi ini masih menjadi perdebatan. Beberapa di antaranya adalah:

Kondisi picky eating dikaitkan dengan pemberian ASI ketika masa kehidupan awal

Terdapat penelitian yang menemukan bahwa anak yang mendapat ASI selama <2 bulan memiliki skor yang lebih tinggi untuk kemungkinan mengalami picky eating dibandingkan anak yang mendapatkan ASI selama 6 bulan atau lebih. Namun, hingga saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa anak yang diberikan ASI maupun susu formula berpengaruh pada kondisi picky eating atau permasalahan makan lainnya. 

Modeling makan yang diterapkan oleh ibu atau pengasuh 

Modeling perilaku makan ibu atau pengasuh menjadi salah satu hal yang sering diyakini mempengaruhi pola makan anak termasuk kemungkinan kondisi picky eating. Penelitian yang dilakukan oleh ibu-ibu di Australia menunjukkan bahwa, perilaku makan ibu yang terbiasa konsumsi makanan sehat saat anak berusia 1 tahun, cenderung memiliki anak yang dapat mengonsumsi sayuran dan buah-buahan dengan lebih baik ketika mereka berusia 2 tahun.

Adanya pressure to eat (tekanan atau pemaksaan makan) pada anak

Orang tua atau pengasuh mungkin terlalu terobsesi atau berambisi agar anak makan sebanyak-banyaknya atau makan dengan sangat sedikit. Biasanya dikarenakan target dan ekspektasi berat badan anak yang diharapkan. Hal ini dapat membentuk perilaku anak untuk menghindari makanan, tidak nyaman ketika melakukan aktivitas makan karena adanya tekanan, serta berpotensi menjadi picky eating di usia lebih besar. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa adanya tekanan makan pada anak usia 4 tahun berpotensi membuat anak mengalami picky eating di usia 6 tahun. Selain itu, perilaku picky eating anak di usia 4 tahun berpotensi membuat ibu/pengasuh menerapkan perilaku tekanan makan pada anak ketika anak berusia 6 tahun. 

Emosi, afeksi, temperamen ibu dan anak. 

Adanya hubungan atau kondisi emosional yang negatif antara ibu dan anak menjadi salah satu faktor resiko yang meningkatkan perilaku picky eating. Gejala depresi, kecemasan dan kesehatan mental lainnya yang dialami ibu ketika hamil juga meningkatkan resiko picky eating pada anak terutama pada usia pra-sekolah.

Keterlambatan pengenalan makanan. 

Selama tahun pertama kehidupan, kesulitan makan dan pengenalan lumpy food (makanan kental) yang terlambat (>9 bulan) dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan anak menjadi picky eater pada usia 38 bulan. Selain itu, tidak adanya pengenalan variasi makanan seperti sayuran dan buah-buahan pada anak juga dapat memicu perilaku picky eating di usia lebih besar.

Anak memiliki kepekaan sensoris yang tinggi. 

Anak yang sulit makan sering dikaitkan dengan kondisi sensoris yang sangat sensitif atau sangat peka. Kondisi sensoris ini membuat anak tidak nyaman dengan tekstur maupun rasa dan bau dari makanan tertentu.

Apa konsekuensi atau dampak yang ditimbulkan dari perilaku picky eating?

Menurut penelitian, kondisi utama yang ditimbulkan dari perilaku picky eating adalah kurangnya asupan gizi dan nutrisi seperti kekurangan zat besi, zinc, dan serat. Penelitian menunjukkan bahwa pada usia dini tidak terdapat perbedaan energi antara anak yang mengalami picky eating dengan anak yang tidak mengalami. Hal ini dapat terjadi karena anak yang picky tetap mendapatkan asupan energi dari makanan-makanan lain yang bersedia dia makan, misalnya snack, gula, permen, dan lain-lain. Namun, menginjak usia sekolah, energi anak yang mengalami kekurangan nutrisi biasanya menunjukkan perbedaan dengan yang tidak memiliki riwayat picky eating. Anak mungkin kekurangan energi untuk belajar, konsentrasi dan lain-lain.

Apa saran yang dapat pengasuh atau profesional kesehatan lakukan?

Sebelum masuk kepada saran atau hal yang perlu diperhatikan ketika berhadapan dengan anak picky eating, pengasuh perlu meyakini terlebih dahulu bahwa perilaku ini adalah tahap perkembangan umum yang tidak menyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan jangka panjang anak. Meski demikian, apabila anak menunjukkan perilaku pilih-pilih makanan lanjutan yang mengarah pada kondisi kesehatan fisik yang terus memburuk, maka anak membutuhkan bantuan profesional untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Adapun beberapa saran atau strategi-strategi utama meliputi: 

  1. Memiliki harapan yang realistis tentang ukuran porsi anak-anak
  2. Paparan bertahap dan berulang terhadap makanan yang tidak dikenal bagi anak (10–15 paparan makanan mungkin diperlukan)
  3. Menggunakan reward non-makanan untuk memberikan motivasi pada anak
  4. Menggunakan pendekatan positif, menghindari hal-hal negatif dan tekanan untuk makan. Misalnya memperkenalkan makanan atau camilan buah-buahan kepada anak melalui permainan atau video games/kartun untuk meningkatkan daya tarik anak pada makanan.
  5. Keteladanan orang tua tentang makan buah dan sayur dan mencoba makanan yang tidak dikenal
  6. Meningkatkan nafsu makan dengan membatasi makanan ringan dan minuman yang memberikan energi seperti susu, jus dan minuman ringan di antara waktu makan
  7. Melakukan social food experience (pengalaman makan sosial atau makan bersama dengan teman atau keluarga) dengan jenis makanan yang sama
  8. Fokus pada tujuan jangka panjang dan konsisten.
  9. Pengasuh sebaiknya menjadi model yang tepat bagi anak dengan mengonsumsi makanan sehat dan menerapkan jadwal makan yang teratur. Hal ini dikarenakan anak pada usia dini akan lebih cepat belajar dari meniru dan mengamati lingkungan sekitarnya.
  10. Pengasuh sebaiknya menghindari stres dan menciptakan perasaan yang positif ketika makan bersama dengan anak
  11. Apabila mengalami kesulitan untuk menindaklanjuti perilaku picky eating anak, jangan lupa kunjungi profesional atau kontak Tim Lembar Harapan ya!

Referensi:

Dovey, T. M., Staples, P. A., Gibson, E. L., & Halford, J. C. (2008). Food neophobia and ‘picky/fussy’ eating in children: a review. Appetite, 50(2-3), 181-193.

Taylor, C. M., & Emmett, P. M. (2019). Picky eating in children: Causes and consequences. Proceedings of the Nutrition Society, 78(2), 161-169.

2021 © All Rights Reserved. LembarHarapan.id