Gangguan Bahasa pada Anak Usia Dini

Kemampuan bahasa merupakan salah satu kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh seorang anak. Perkembangan bahasa yang baik dapat membantu anak untuk berkomunikasi dengan orang lain, lebih mudah untuk memahami instruksi dan mengekspresikan diri. Perkembangan bahasa identik dengan kemampuan “berbicara”, padahal sebenarnya berbicara hanyalah salah satu bentuk dari bahasa. Kemampuan anak untuk menerima informasi kata/kalimat dari orang lain juga termasuk dalam konsep bahasa.

Tidak semua anak melewati proses tahapan perkembangan yang sesuai dengan usianya. Terdapat banyak kondisi yang menyebabkan anak memiliki permasalahan untuk mengoptimalkan kemampuan bahasa. Tidak banyak orang tua yang aware dengan perkembangan bahasa anak karena adanya anggapan bahwa seiring bertambahnya usia, kemampuan bahasa anak akan membaik dengan sendirinya. Orang tua juga salah menilai mengenai gangguan bahasa karena anak dianggap sudah mampu untuk mengucapkan beberapa kata, padahal mungkin anak mengalami kesulitan untuk memahami bahasa dari orang lain. Hal inilah yang kerap membuat anak mengalami keterlambatan penanganan karena kurangnya kepekaan atau pengetahuan orang tua mengenai perkembangan bahasa anak.

Apa itu Gangguan Bahasa?

Bahasa merupakan suatu sistem simbol bahasa atau kata-kata yang diorganisasikan dan dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Gangguan bahasa adalah suatu kondisi ketika anak/individu mengalami kesulitan dalam memperoleh dan menggunakan bahasa karena adanya defisit/kekurangan dalam memahami atau memproduksi kosa kata, struktur kalimat, dan wacana/percakapan. Seseorang yang mengalami gangguan bahasa menunjukkan adanya gangguan dalam memahami serta menggunakan lambang/simbol bahasa, baik secara lisan maupun tulisan sehingga menghambat kemampuannya untuk berkomunikasi dengan lingkungannya.

Bahasa dibagi menjadi dua jenis yaitu bahasa ekspresif dan bahasa reseptif. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis, baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditoris. Contoh: anak mampu mengutarakan perasaannya dengan kata-kata/tulisan, anak dapat mengungkapkan kata dan kalimat dengan urutan yang sesuai dan dimengerti orang lain. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Contoh: anak mengerti ketika diinstruksikan untuk melakukan sesuatu oleh orang lain, misalnya mengambil mainan, merapikan mainan, diam, duduk, dan lain-lain.

Jenis-jenis Gangguan Bahasa

  1. Speech sound disorder

Gangguan ini dibagi menjadi dua, yaitu gangguan artikulasi dan gangguan fonologis. Gangguan artikulasi adalah gangguan yang muncul karena adanya masalah dengan motorik yang digunakan untuk memproduksi bunyi-bunyian dalam berbicara. Seringkali muncul dengan adanya pengurangan pada saat menyebutkan kata, penggantian suku kata dengan bunyi bahasa yang lain, penambahan bunyi yang berbeda, dan penyimpangan bunyi bahasa. Gangguan fonologis adalah hambatan yang muncul pada perkembangan sistem bunyi bahasa. Gangguan ini ditandai dengan tidak tepatnya bunyi yang diproduksi anak, sehingga lawan bicara kesulitan memahami / salah mengartikan ucapannya. Beberapa huruf dalam sebuah kata biasanya diganti atau bahkan dihilangkan. Contohnya: anak menyebut kata “saya mau pergi ke toko” menjadi “ya pagi ke toto”. 

  1. Stuttering (Gagap)

Gangguan dalam kefasihan normal dan pola waktu bicara yang tidak sesuai dengan usia individu, ditandai dengan adanya pengulangan atau pemanjangan dalam kata yang diucapkan. Contohnya menyebut kata “Aku” menjadi “A-a-a-ku”; ada jeda ketika hendak mengucapkan kata atau kalimat secara konsisten.

  1. Social (Pragmatic) Communication Disorder

Ini merupakan kesulitan dalam berkomunikasi secara verbal maupun lisan untuk tujuan bersosialisasi dengan orang lain. Contoh: tidak tahu kata apa yang digunakan untuk menyapa atau meminta tolong, tidak tahu bedanya cara berbicara di lapangan dan di perpustakaan, dan lain-lain yang berkaitan dengan kondisi atau aturan sosial.

Faktor-faktor penyebab gangguan bahasa

  1. Riwayat Medis

Terdapat kondisi dimana sistem saraf pusat kurang berfungsi yang disebabkan oleh adanya cedera/memar atau yang sering dikenal dengan istilah afasia. Afasia adalah hilangnya kemampuan bicara karena gangguan pada saraf pusat. Cedera atau memar pada otak dapat terjadi karena berbagai kejadian, seperti trauma ketika ibu sedang mengandung, penggunaan obat berlebihan, kelahiran muda (premature), benturan fisik, struk, dan keracunan.

  1. Kondisi Fisiologis

Kurang optimalnya fungsi-fungsi organ fisik yang mendukung memproduksi atau menghasilkan bahasa. Seperti organ pendengaran (telinga) dan organ berbicara (rahang, lidah, pita suara, bibir) yang mengalami permasalahan atau keterbatasan.

  1. Kondisi Lingkungan

Kurang adanya stimulasi dan situasi yang kondusif pada lingkungan keluarga dan sekitarnya untuk mendukung perkembangan bahasa dan berbicara anak.

Bagaimana dan kapan saya bisa mencurigai bahwa anak saya mengalami permasalahan perkembangan bahasa?

Tanda-tanda permasalahan bahasa pada anak sebenarnya bisa dilihat sejak usia di bawah 5 tahun (usia dini). Sahabat Harapan dapat mencari informasi perkembangan bahasa dan kemampuan apa saja yang umumnya perlu dikuasai anak di usia kronologisnya saat ini. Berikut ini merupakan kemampuan bahasa yang dapat dijadikan referensi untuk memantau Pola Normal Perkembangan bicara dan Bahasa Anak (dikutip dari Hartanto, 2018):

1-6 bulan: Berkata “ooh”, “aah”, “coo”, dalam merespon suara / bunyi-bunyian.

6-9 bulan: Bergumam

10-11 bulan: Menirukan suara seperti “mama”, “dada”, tanpa arti.

12 bulan: Mengatakan “mama”, “dada”, dengan arti. Sering menirukan 2 sampai 3 suku kata.

13-15 bulan: Perbendaharaan 4-7 kata, hanya <20% ucapan anak yang dimengerti orang lain.

16-18 bulan: Perbendaharaan 10 kata, beberapa echolalia, 20-25% ucapan anak yang dimengerti orang lain.

19-21 bulan: Perbendaharaan 20 kata, 50% ucapan anak yang dimengerti orang lain.

22-24 bulan: Perbendaharaan > 50 kata, frasa 2 kata, 60-70% ucapan anak yang dimengerti orang lain.

2-2,5 tahun: Perbendaharaan 400 kata, menyebutkan nama, frasa 2-3 kata, penggunaan kata ganti, hilangnya echolalia, 75% ucapan anak yang dimengerti orang lain.

2,5-3 tahun: Penggunaan bentuk jamak (plural), mampu menyebutkan jenis kelamin dan usia, menghitung 3 objek dengan benar, penggunaan 3 sampai 5 kata dalam kalimat, 80-90% ucapan anak yang dimengerti orang lain

3-4 tahun: Penggunaan 3-6 kata dalam kalimat, menanyakan pertanyaan, melakukan percakapan, bercerita, mengungkapkan pengalaman, hampir seluruh ucapan anak dimengerti orang lain

4-5 tahun: Penggunaan 6-8 kata dalam kalimat, menyebutkan 4 warna, menghitung 1-10 dengan benar

Saat ini sudah banyak aplikasi yang bisa membantu Sahabat Harapan untuk melakukan deteksi perkembangan anak secara non-formal. Salah satu aplikasi yang direkomendasikan adalah CDC’s Milestone Tracker yang bisa diunduh secara gratis di smartphone Sahabat. Pada aplikasi tersebut, Sahabat akan diberikan panduan pengisian serta diminta mengisi checklist perkembangan anak secara umum. Aplikasi ini juga dapat menginformasikan apakah anak berada sesuai dengan track perkembangannya atau orang tua perlu melakukan deteksi lanjutan ke tenaga profesional (dokter anak atau psikolog anak).

Cara terbaik untuk mengetahui perkembangan anak adalah dengan memantau atau observasi keseharian anak. Alternatif yang sudah dijelaskan sebelumnya tidak dapat mendiagnosa maupun menarik kesimpulan apakah anak kita mengalami gangguan bahasa. Alternatif tersebut hanya menjadi referensi tambahan bagi para orang tua untuk mengetahui skills perkembangan anak secara umum pada usia kronologisnya. Diagnosis gangguan bahasa hanya bisa ditegakkan oleh tenaga profesional seperti dokter atau psikolog dengan pemeriksaan formal. 

Apabila Sahabat Harapan merasa ada kemampuan yang belum dikuasai oleh anak berdasarkan referensi di atas, Sahabat sangat disarankan untuk mengunjungi tenaga profesional untuk melakukan skrining atau deteksi dini perkembangan agar mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Keterangan tambahan: 

*echolalia / ekolalia: ditandai dengan pengulangan suara dan kata yang didengar. Contoh: ketika orang dewasa mengatakan “sarapan apa pagi ini?”, anak akan mengulang kalimat tersebut dibandingkan menjawab “makan nasi”. 

Referensi:

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edition (DSM-V). Washington : American Psychiatric Publishing.

Friantary, H. (2020). Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Dini. Zuriah: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(2), 127-136.

Hartanto, W. S. (2018). Deteksi Keterlambatan Bicara dan Bahasa pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran, 45(7), 545-550.

Maharany, A. F. (2016). Gejala fonologis bahasa indonesia pada anak usia 3-4 tahun di PAUD Permata Hati kota Kendari. Jurnal Bastra (Bahasa dan Sastra), 2(1).

Masitoh, M. (2019). Gangguan Bahasa dalam Perkembangan Bicara Anak. Edukasi Lingua Sastra, 17(1), 40-54.

Sifa, Agma. (2016, April 13). Gangguan Komunikasi (Communication Disorder) pada Masa Perkembangan. https://sites.google.com/site/duniabermainattaya/bundabelajar/catatan-rumah-main-anak/gangguankomunikasicommunicationdisorderspadamasaperkembangan

2021 © All Rights Reserved. LembarHarapan.id