Strategi Mengelola Kemarahan

“Anybody can become angry — that is easy, but to be angry with the right person and to the right degree and at the right time and for the right purpose, and in the right way — that is not within everybody’s power and is not easy.” – Aristotle

Pada artikel sebelumnya (https://lembarharapan./apa-yid/artikelang-terjadi-saat-kita-marah/), kita sudah mengenal tentang apa yang terjadi saat marah dan bagaimana dampak negatif dari kemarahan yang tidak diekspresikan secara efektif. Oleh karena itu, sangat penting untuk kita bisa mengontrol atau mengelola kemarahan sehingga kita bisa mencegah terjadinya dampak/konsekuensi negatif atas kemarahan kita. Mari kita simak bagaimana kiat yang bisa kita praktekkan untuk mengelola kemarahan. 

  1. Menyadari peristiwa yang menyebabkan kemarahan

Ketika Anda marah, ini terjadi karena interpretasi atau penafsiran Anda tentang suatu peristiwa telah memancing kemarahan Anda. Peristiwa tertentu mungkin menyentuh area sensitif dalam hidup Anda yang disebut red flags. Red flags merupakan masalah lama atau masalah yang sering Anda hadapi yang dapat dengan mudah menyebabkan kemarahan Anda, misalnya topik tentang kehamilan, berat badan, kesalahan Anda di masa lalu, kemacetan lalu lintas, suara teriakan, kebisingan, kondisi kamar/rumah berantakan dan lain sebagainya. 

  1. Memperhatikan isyarat kemarahan.

Upaya ini mencakup peningkatan kesadaran akan isyarat kemarahan yang terjadi dalam menanggapi peristiwa yang berhubungan dengan kemarahan. Isyarat ini berfungsi sebagai tanda peringatan bahwa Anda telah menjadi marah dan kemarahan Anda terus meningkat. Ada empat isyarat kemarahan, yaitu isyarat fisik, perilaku, emosional, dan kognitif (penjelasan tentang isyarat ini bisa dibaca di  https://lembarharapan./apa-yid/artikelang-terjadi-saat-kita-marah/). Anda dapat mencatat isyarat-isyarat ini pada jurnal/diari Anda agar Anda bisa mengenali dan mendapatkan bukti yang akurat dari kebiasaan Anda saat Anda marah. 

  1. Membuat rencana pengelolaan kemarahan

Menyusun rencana pengendalian amarah dapat dilakukan dengan mencoba berbagai strategi dan teknik pengendalian amarah yang paling cocok untuk Anda.

A. Timeout

Timeout berarti meninggalkan situasi yang menyebabkan peningkatan kemarahan atau menghentikan diskusi yang memprovokasi kemarahan. Strategi ini dapat Anda lakukan dengan membuat kesepakatan atau rencana bersama orang-orang terdekat Anda. Ketika Anda melakukan timeout, ini artinya Anda berusaha meninggalkan situasi untuk menghindari atau menghentikan kemarahan Anda. Aturan atau kesepakatan ini perlu dipahami oleh orang lain sehingga mereka tidak salah paham dengan Anda. Timeout juga efektif bila digunakan dengan strategi lain. Misalnya, Anda dapat mengambil waktu (timeout), kemudian berjalan-jalan, atau menelepon teman atau anggota keluarga terpercaya yang Anda tulis di jurnal/diari Anda. Strategi lain ini akan membantu Anda untuk tenang sementara waktu. 

B. Relaksasi pernapasan

Relaksasi pernafasan dapat membantu Anda mengatasi isyarat fisik dari kemarahan. Dalam kondisi marah, tubuh Anda mengalami tekanan sehingga Anda mungkin mengalami kesulitan untuk kembali ke level emosi marah yang lebih rendah. Sistem saraf memiliki respons relaksasi yang berguna untuk melawan respon stres. Jika Anda dapat bersantai atau rileks dengan sukses, Anda dapat melawan stres atau respons kemarahan. Relaksasi pernafasan dapat Anda lakukan dengan melakukan pernafasan serileks mungkin, dengan meningkatkan kesadaran pada tarikan dan hembusan nafas Anda serta merasakan sensasi tubuh Anda saat bernafas.

C. Thought Stopping

Anda cukup mengatakan pada diri sendiri untuk berhenti memikirkan pikiran yang membuat Anda marah. Sebagai contoh, Anda mungkin mengatakan pada diri sendiri, “Saya harus berhenti memikirkan pikiran-pikiran ini; Saya hanya akan mendapat masalah jika saya terus berpikir seperti ini”, atau “Jangan pergi ke sana.” Tujuan dari thought stopping adalah menghentikan pola pikiran marah Anda saat ini sebelum mengarah pada peningkatan kemarahan

D. Dukungan sosial

Anda harus mencari dukungan dan umpan balik dari orang yang Anda percaya untuk mendukung upaya manajemen kemarahan Anda. Dukungan sosial dapat Anda peroleh dari kelompok terapi, konselor/terapis, teman, pasangan atau keluarga Anda.   

E. Melatih perilaku asertif

Menjadi asertif efektif untuk membantu individu mengelola kemarahan. Banyak konflik interpersonal terjadi ketika Anda yakin bahwa hak Anda telah dilanggar. Anda mungkin merespons kemarahan dengan perilaku agresif ketika Anda percaya bahwa orang lain menunjukkan rasa tidak hormat atau memperlakukan Anda secara tidak adil. Atau di sisi lain, Anda mungkin merespons kemarahan dengan perilaku pasif. Bertindak secara pasif atau tidak tegas dapat membantu Anda menghindari konsekuensi negatif yang terkait dengan agresi, tetapi juga menyebabkan konsekuensi yang negatif, seperti harga diri (self-esteem) berkurang karena Anda mendahulukan hak/kebutuhan orang lain dan mencegah Anda untuk memenuhi kebutuhan/hak Anda. Oleh karena itu, asertif adalah cara yang tepat untuk menyelesaikan konflik interpersonal tanpa menggunakan agresivitas dan tanpa bertindak pasif. Bertindak asertif artinya Anda membela hak-hak Anda dan mengekspresikan perasaan, pikiran, dan keyakinan Anda secara langsung, jujur, dan tepat yang tidak melanggar hak orang lain. Pesan dasar asertivitas adalah perasaan, pikiran, dan kebutuhan Anda sama pentingnya dengan perasaan, pikiran dan kebutuhan orang lain. Contohnya, saat Anda merasa marah karena teman Anda terlambat saat Anda jemput, Anda dapat menyampaikan dengan tegas seperti kalimat ini, “Aku akan lebih seneng kalau kamu bisa hadir tepat waktu saat aku jemput. Jadi kita tidak akan terlambat menghadiri kelas bersama”.  

F. Model resolusi konflik

Anda dapat menggunakan model resolusi konflik untuk membantu Anda mengembangkan respons asertif yang memungkinkan Anda mengelola konflik antarpribadi dengan cara yang lebih efektif. Model resolusi konflik melibatkan 5 langkah pemecahan masalah, yaitu: 

  • mengidentifikasi masalah yang menyebabkan konflik, misalnya teman Anda terlambat saat membuat janji temu dengan Anda
  • mengidentifikasi perasaan yang terkait dengan konflik, contohnya saat teman Anda terlambat, Anda mungkin merasa jengkel/frustasi.
  • mengidentifikasi dampak spesifik dari masalah yang menyebabkan konflik. Di dalam kasus teman Anda yang terlambat, dampaknya adalah Anda terlambat menghadiri kelas karena menunggunya 
  • memutuskan apakah akan menyelesaikan konflik atau membiarkannya berlalu. Ini bisa diungkapkan melalui pertanyaan, “Apakah konflik ini cukup penting untuk diangkat? Jika saya tidak mencoba menyelesaikan masalah ini, apakah itu akan mengarah ke perasaan marah dan dendam?” Jika Anda memutuskan bahwa konflik itu cukup penting, maka langkah kelima diperlukan. 
  • menangani dan menyelesaikan konflik. Misalnya dalam kasus yang sama, Anda bisa meminta teman Anda untuk menjadwalkan waktu untuk membahas masalah tersebut. Setelah Anda memiliki menyepakati waktu untuk berbicara dengan orang tersebut, Anda dapat menggambarkan konflik, perasaan Anda, dan dampak konflik dan meminta penyelesaian.

G. Melatih mengelola pikiran

Strategi ini bersifat pencegahan. Strategi mengelola pikiran didasarkan pada teori kognitif-perilaku. Teori ini menilai bahwa bukan peristiwa itu sendiri yang menghasilkan perasaan seperti marah, tetapi interpretasi dan keyakinan kita tentang peristiwa tersebut yang menyebabkan munculnya kemarahan. Kemarahan menjadi konsekuensi emosional dari interpretasi atau keyakinan kita terhadap peristiwa. Oleh karena itu, penting untuk kita mengidentifikasi keyakinan dan memperdebatkannya dengan perspektif rasional atau realistis, Misalnya, Anda mungkin marah karena ada orang yang menyenggol kendaraan Anda. Anda mungkin berpikir, “Saya harus meminta ganti rugi untuk mengendalikan situasi ini.” Namun, pada kenyataannya Anda tidak bisa selalu mengendalikan atau mengontrol situasi. Oleh karena itu, Anda bisa mencoba untuk membantah pikiran/keyakinan Anda dengan mengatakan pada diri sendiri, “Saya tidak memiliki kuasa atas untuk memaksakan sikap/perilaku orang lain,” atau “Saya tidak bisa mengontrol semua hal yang terjadi di dunia ini.” Membantah keyakinan ini dapat membantu Anda untuk merespons situasi dengan lebih tenang sehingga Anda bisa berpikir lebih jernih untuk menyelesaikan permasalahan. Untuk melakukan strategi ini mungkin tidak mudah karena Anda mungkin membutuhkan umpan balik atau masukan untuk menunjukkan pikiran Anda dengan tepat dan jujur. Oleh karena itu, Anda bisa melakukannya bersama dengan terapis atau psikolog yang bisa membantu Anda menunjukkan keyakinan dan pikiran-pikiran tidak realistis yang Anda miliki. 

Setelah Anda menyimak strategi-strategi di atas, Anda dapat memilih strategi yang paling mudah untuk dipraktekkan segera. Mulailah dari hal-hal yang paling kecil atau sederhana. kemudian Anda melatihnya secara berulang-ulang dan konsisten sehingga lambat laun strategi tersebut akan menjadi kebiasaan yang akan menolong Anda menjadi pribadi yang dapat mengelola dan mengekspresikan kemarahan kepada orang yang tepat, dengan kadar dan cara yang tepat, serta pada waktu dan tujuan yang benar. 

Reference

  • Reilly, P., & Shopshire, M. S. (2019). Anger Management for Substance Use Disorder and Mental Health Clients: A Cognitive-behavioral Therapy Manual. US Department of Health and Human Services, Substance Abuse and Mental Health Services Administration, Center for Substance Abuse Treatment.

2021 © All Rights Reserved. LembarHarapan.id