Penjelasan mengenai kecerdasan majemuk sebelumnya sudah dibahas dalam artikel “Multiple Intelligences: Semua Anak Cerdas” (https://lembarharapan.id/artikel/multiple-intelligences-semua-anak-cerdas/). Setelah mulai menyadari mengenai pentingnya kecerdasan majemuk pada anak, kemudian tahapan apa selanjutnya yang perlu Sahabat Harapan lakukan?
Pemahaman yang jelas terkait dengan kecerdasan majemuk anak akan sangat membantu para orang tua, pengasuh maupun guru untuk memodifikasi teknik belajar agar sesuai dengan kecerdasan anak. Setelah memahami konsep dasar 8 kecerdasan majemuk, Sahabat Harapan direkomendasikan untuk mulai melakukan eksplorasi mengenai teknik-teknik belajar yang bisa dilakukan anak agar penyerapan informasi dan materi menjadi lebih optimal. Apa saja ya contoh-contoh teknik pengajaran yang dapat kita lakukan sesuai dengan kecerdasan anak? Mari kita simak pembahasan di bawah ini ya!
Anda dapat mengajarkan banyak hal melalui bercerita atau story telling. Anda mungkin ingin menginformasikan anak Anda mengenai aturan atau tata tertib yang ada di sekolah. Menceritakan sebuah dongeng maupun cerita rakyat yang relevan dengan menaati norma-norma sekolah dapat menjadi media untuk mengoptimalkan pemahaman anak.
Anak berbagi ide apapun yang relevan dengan topik yang muncul di benaknya, tidak ada penolakan atau kritik terhadap ide mereka, dan setiap ide dipertimbangkan. Anda dapat menempatkan ide-ide anak pada sebuah papan kemudian membantunya untuk menyusun dan mempertimbangkan ide-ide yang paling efektif dan sesuai materi yang dipelajari.
Anak dapat menggunakan alat perekam sebagai media untuk dirinya melakukan brainstorming, mengungkapkan ide-idenya, kemudian memutarnya kembali untuk menata dan menyusun ide-idenya menjadi sebuah hal yang lebih terstruktur. Adanya perekaman ini membantu anak untuk lebih memahami dan mengingat informasi penting.
Bagi anak yang mungkin lebih senang mengungkapkan idenya melalui tulisan, anak dapat dibiasakan untuk menuliskan ide-ide pada jurnal. Informasi atau materi yang dipelajari bisa dituliskan pada sebuah catatan yang dapat anak gunakan ketika dibutuhkan.
Ketika anak mampu menghasilkan sebuah tulisan dan mengerjakan tugas-tugas dalam bentuk laporan dengan baik, mempublikasikan atau mengunggah karyanya adalah sebuah aktivitas sederhana yang dapat meningkatkan rasa percaya diri serta motivasi anak untuk terus mengoptimalkan kemampuannya. Anda dapat mempublikasikan laporan maupun bentuk-bentuk tulisan anak Anda pada blog, media cetak, dan sebagainya.
Pembelajaran mengenai hitungan dan kuantifikasi tentunya akan lebih banyak ditemukan pada mata pelajaran sains/matematika. Namun, Anda dapat meningkatkan pemahaman anak mengenai mata pelajaran lainnya dengan melibatkan banyak angka/hitungan dalam mempelajarinya. Misalnya, ketika mempelajari IPS, anak dapat memahami proses sejarah ketika aktivitas-aktivitas sejarah dikaitkan dengan hal yang berkaitan dengan angka/logika. Contohnya: berapa jumlah panitia pelaksana kongres A dan kongres B, berapa jarak waktu antara peperangan dan kemerdekaan, dan lain sebagainya. Namun, cara ini mungkin tidak sepenuhnya dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran contohnya pelajaran bahasa yang sangat minim melibatkan angka maupun perhitungan.
Menggunakan catatan informasi dengan grafik, mind map, diagram.
Mengasah kemampuan anak dengan banyak mempelajari bidang science yang bersifat hipotesa, pemahaman dan logika. Misalnya bagaimana asal-usul tata surya, bagaimana sebuah pesawat yang berat dapat terbang dan mendarat dengan aman, bagaimana sebuah penyakit/virus dapat membahayakan kesehatan manusia, dan lain-lain.
Salah satu cara termudah untuk membantu siswa menerjemahkan buku dan materi pelajaran ke dalam gambar adalah dengan meminta mereka menutup mata dan membayangkan apapun yang sedang dipelajari. Penerapan strategi ini melibatkan siswa membuat “papan tulis batin” mereka sendiri (atau layar film atau video) di mata pikiran mereka. Mereka kemudian dapat menempatkan di papan tulis mental ini materi apapun yang perlu mereka ingat: kata-kata ejaan, rumus matematika, fakta sejarah, atau data lainnya. Ketika diminta untuk mengingat informasi tertentu, siswa kemudian hanya perlu memanggil papan tulis mental mereka dan “melihat” data yang tertulis di atasnya.
Siswa yang sangat spasial seringkali sensitif terhadap warna. Sayangnya, sekolah biasanya diisi dengan teks hitam putih, buku fotokopi, lembar kerja, dan papan tulis. Namun, ada banyak cara kreatif untuk memasukkan warna ke dalam kelas sebagai alat pembelajaran. Gunakan berbagai warna kapur, spidol, dan transparansi saat menulis di depan kelas. Sediakan pensil warna dan pena dan kertas berwarna untuk menulis tugas kepada siswa. Siswa dapat belajar menggunakan spidol warna yang berbeda untuk “kode warna” materi yang mereka pelajari (misalnya, menandai semua poin kunci dengan warna merah, semua data pendukung dengan warna hijau, semua bagian yang tidak jelas dengan warna oranye).
Ketika anak mempelajari sesuatu, anak dilibatkan untuk membuat materi tersebut dalam bentuk gambar-gambar agar mudah diingat. Anak menuangkan ide-ide utama yang dirinya tangkap dari sebuah informasi, dan menuangkannya menjadi sketsa-sketsa gambar atau bentuk yang dapat mereka pahami.
Mintalah siswa untuk menanggapi instruksi dengan menggunakan tubuh mereka sebagai media ekspresi. Contoh paling sederhana dan paling sering digunakan dari strategi ini adalah meminta siswa mengangkat tangan untuk menunjukkan pemahaman. Namun, strategi ini dapat bervariasi dalam berbagai cara. Alih-alih mengangkat tangan, anak dapat diminta tersenyum, mengedipkan satu mata, mengangkat jari (satu jari untuk menunjukkan sedikit pemahaman, lima jari untuk menunjukkan pemahaman yang lengkap), membuat gerakan terbang dengan tangan mereka, dan sebagainya. Variasi ini harapannya akan membantu anak untuk mendapatkan kesan yang baik atau menumbuhkan minat pada materi pelajaran sehingga lebih mudah untuk dipahami.
Anak dapat untuk memerankan teks, masalah, atau materi lain yang akan dipelajari dengan mendramatisasi atau memainkan konten. Misalnya memerankan bagaimana sebuah peristiwa sejarah dalam drama maupun pertunjukkan kecil dan lain-lain.
Anak yang sangat berkembang dalam aspek motorik halus harus memiliki kesempatan untuk belajar dengan memanipulasi objek atau dengan membuat sesuatu dengan tangan mereka. Misalnya ketika anak hendak belajar alphabet, anak dapat diminta untuk mempelajarinya dengan membentuk tanah liat hingga berbentuk alphabet tersebut.
Ambil intisari dari apapun yang Anda ajarkan dan masukkan ke dalam format berirama yang dapat dinyanyikan/dilagukan. Pada tingkat hafalan, ini bisa berarti mengeja kata-kata dengan ritme metronom (alat untuk menyamakan tempo dalam sebuah musik) atau menyanyikan tabel perkalian dengan nada lagu populer.
Penelitian menunjukkan bahwa anak akan lebih mudah menyerap materi atau informasi jika mereka mendengarkan instruksi guru dengan latar belakang musik. Pilihan musik yang biasanya digunakan adalah musik klasik dengan ketukan 4/4.
Menyesuaikan mood belajar dengan musik yang sesuai. Misalnya ketika hendak membacakan anak sebuah cerita dengan latar tempat di pantai, guru atau orang tua dapat memutar sebuah musik yang bertemakan pantai (seperti suara ombak, burung berkicau di pantai, dll).
Pembelajaran kelompok dengan pembagian peran yang baik antar anggota sangat membantu anak dengan kecerdasan interpersonal untuk mampu belajar dengan lebih nyaman. Anak akan mendapat kesempatan untuk berdiskusi dengan temannya, bertukar pikiran, menentukan peran yang sesuai dengan kemampuan anggota.
Melaksanakan role-play pada materi-materi pelajaran. Meskipun teknik ini juga sebuah teknik yang dapat dilakukan oleh anak dengan kecerdasan lain misalnya Bodily-kinesthetic bodily-kinestetick, linguistik dan spasial, kegiatan simulasi ini juga efektif bagi para anak dengan kecerdasan interpersonal. Hal ini disebabkan karena interaksi antarmanusia yang berlangsung membantu anak mengembangkan tingkat pemahaman yang baru. Melalui percakapan dan interaksi lainnya, anak mulai mendapatkan pandangan orang dalam tentang topik yang mereka pelajari.
Menyediakan waktu sebelum dan sesudah mempelajari materi untuk merefleksikannya kembali. Ketika materi akan dimulai, anak mungkin membutuhkan waktu untuk mengatur fokus dan kesiapannya terlebih dahulu. Sesudah materi atau diskusi dilakukan, anak mungkin membutuhkan waktu untuk benar-benar meresapi dan merefleksikannya kembali, mengenai apa makna dan tujuan dari materi yang sudah dipelajari sebelumnya.
Anak yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang tinggi, seringkali mempertanyakan “apa makna dan untuk apa aku mempelajari pelajaran ini?”. Bagaimana cara menjawab orang tua dan guru menjawab sangat penting untuk bisa membuat anak akhirnya memahami makna dari materi yang akan dipelajari. Cara terbaik untuk menjawabnya adalah dengan berusaha membantu anak berpikir mengenai peristiwa sehari-hari yang ditemui anak dan kebutuhan akan materi pelajaran membantunya untuk menyelesaikan peristiwa tersebut.
Anak dengan kecerdasan naturalis memiliki 2 teknik utama dalam proses belajarnya. Pertama adalah mengajak anak langsung belajar dari alam, atau banyak melibatkan objek-objek alam ke tempat belajar (misalnya membawa tanaman, binatang peliharaan, batu-batu untuk diamati, dan lain-lain). Orang tua dapat mengajarkan dan memberikan informasi kepada anak dengan langsung melihat fenomena alam. Anak bisa mengamati kejadian alam, objek-objek di alam. Anak juga bisa diajak untuk melakukan aktivitas/belajar dengan setting alam, seperti tidak mengenakan alas kaki saat menginjak rumput, belajar sambil langsung mendengarkan suara-suara alami di alam.
Strategi eco-study juga penting bagi teknik pengajaran anak dengan kecerdasan naturalis. Strategi ini berarti bahwa apapun yang kita ajarkan, apakah itu sejarah, sains, matematika, sastra, geografi, studi sosial, seni, musik, atau mata pelajaran lainnya, kita harus mengingat relevansinya dengan ekologi bumi (kondisi alam).
Masih banyak lagi teknik atau gaya belajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kecerdasan anak. Mengeksplorasi dan menyesuaikan teknik belajar dengan materi pelajaran juga perlu diperhatikan karena tidak semua materi pembelajaran bisa diberikan dengan satu teknik/gaya belajar. Perhatikan aturan dan norma-norma yang tetap perlu dipatuhi oleh anak ketika sedang melakukan variasi gaya belajar. Edukasi anak bahwa mungkin anak tidak bisa menuntut semua guru maupun setting lainnya untuk bisa mengajar sesuai dengan bagaimana ia biasanya belajar di rumah. Apabila Sahabat Harapan merasa masih belum menemukan teknik yang tepat untuk anak maupun siswa, jangan ragu untuk menghubungi Tim Lembar Harapan ya!
Referensi:
Armstrong, T. (2009). Multiple intelligences in the classroom 3rd edition. USA: ASCD.
Merupakan seorang Psikolog Klinis yang memiliki peminatan pada bidang perkembangan anak usia dini dan anak berkebutuhan khusus serta mengkaji kesejahteraan psikologis individu dalam lingkup karir dan kesehatan.
Alumni Sarjana Psikologi, Universitas Udayana, Bali
Alumni Magister Profesi Psikologi Klinis, Universitas Airlangga, Surabaya
No. SIPP (Surat Ijin Praktek Psikologi): 3356-21-2-1