Toilet Training: Apakah ini waktu yang tepat untuk Anda dan Anak Anda?

Penguasaan penggunaan toilet merupakan salah satu tonggak tahapan perkembangan anak. Ini  menjadi momen bagi anak-anak untuk menemukan dan meningkatkan kemampuan fisik mereka, memahami dan menanggapi dinamika hubungan dua hal, dan menghadapi serta bereaksi terhadap tekanan eksternal. Seiring tercapainya setiap langkah, harga diri mereka juga berkembang. Toilet training dapat menjadi salah satu fase perkembangan yang paling sulit yang dialami oleh anak dan orang tua karena tekanan bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang tua dan sosial terjadi bersamaan dengan kebutuhan anak yang berkembang untuk mandiri. Kontrol orang tua terhadap anak untuk melatih, bersamaan dengan keinginan anak untuk memegang kendali, menimbulkan konflik dan kecemasan. Perebutan kekuasaan terjadi dan memberikan dampak negatif terhadap hubungan orang tua-anak. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua tidak memaksa anak masuk ke tahap toilet training sampai anak siap atau menunjukkan tanda-tanda kesiapan.

Tanda-tanda kesiapan yang dapat ditunjukkan anak di antaranya adalah:

  1. Secara fisik mampu untuk berjalan ke arah kursi toilet khusus anak.
  2. Mampu untuk berbicara dan menginformasikan mengenai keinginannya untuk buang air kecil dan/atau besar.
  3. Menunjukkan perilaku tertentu saat ingin buang air kecil dan/atau besar (misalnya merapatkan kaki, berjalan jinjit, atau bersembunyi di tempat yang sepi).
  4. Menunjukkan ketidaknyamanan apabila popok yang digunakannya dalam keadaan basah atau kotor.
  5. Mampu untuk memahami dan menanggapi instruksi/umpan balik eksternal.
  6. Memiliki motivasi serta keinginan untuk meniru dan mengidentifikasi perilaku orang lain.

Secara spesifik, anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kesiapan pada usia 18 bulan. Kemudian, pada usia 24 bulan, pendekatan langkah demi langkah untuk mengajar anak tentang perannya dalam proses pelatihan dapat dimulai. Sebagian besar anak mulai mampu untuk mengontrol penggunaan toilet mereka pada usia 30 hingga 36 bulan. Akhirnya, pada usia 36 hingga 48 bulan, sebagian besar anak mampu menyelesaikan pelatihan malam hari mereka.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Proses Toilet Training

  1. The Potty Chair

Kursi toilet khusus anak adalah alat yang berguna untuk menilai kesiapan dan keinginan anak untuk berlatih. Orang tua harus memperkenalkan kursi toilet sebagai sesuatu yang merupakan milik anak sendiri. Kursi dapat diwarnai dengan menarik dan ditempatkan di lokasi yang nyaman (tidak harus di kamar mandi) untuk menarik perhatian anak untuk menggunakannya. Anak harus diajari untuk mengamati, menyentuh, dan merasa nyaman dengan adanya kursi toilet tersebut sebelum mulai menggunakannya. Orang tua dapat menawarkan anak kesempatan untuk menggunakan kursi toilet, namun tidak memaksakan penggunaannya atau memaksa anak untuk terus duduk di kursi toilet. Ketika anak mulai menunjukkan minat untuk menggunakan kursi toilet, orang tua bisa membiarkan anak duduk di atasnya dengan pakaian lengkap, sebelum mencoba dengan membuka pakaian. Hal ini dilakukan agar anak dapat merasa nyaman duduk di kursi tersebut. Orang tua dapat menggunakan teknik imitasi (memberikan contoh secara langsung) sebagai cara untuk memperkenalkan penggunaan kursi toilet, sehingga membantu anak mengonseptualisasikan dan memahami proses dengan lebih optimal.

  1. Reminders and Reinforcements

Orang tua dapat menandai waktu-waktu tertentu dalam sehari yang paling mungkin bagi anak untuk buang air kecil dan/atau buang air besar (misalnya, saat bangun tidur atau setelah makan). Orang tua dapat menyelaraskan latihan lari/pergi ke kursi toilet, sambil menjelaskan kepada anak apa yang diharapkan. Setelah anak memahami fungsi dari kursi toilet anak mulai dapat menginformasikan kepada orang tua saat anak perlu untuk menggunakan kursi toilet.

Elemen tertentu dari toilet training dapat memicu ketakutan, seperti pembilasan atau hilangnya feses atau urin dari toilet, dan bahkan dapat menghambat perkembangan lebih lanjut. Pada saat ini, orang tua dapat membiarkan anak menyiram kotoran mereka dan bersama-sama mengucapkan “bye-bye” pada kotoran untuk dapat mengurangi kecemasan yang mungkin dirasakan anak saat kotorannya hilang.

Orang tua harus memuji apa yang berhasil dilakukan oleh karena saat anak mampu melewati satu langkah dalam proses toilet training, anak memperoleh rasa pencapaian yang harus diperkuat oleh orang tua. Self-esteem (baca lebih lengkap mengenai self-esteem di https://lembarharapan.id/artikel/self-esteem-self-worth/ ) anak merupakan sesuatu yang rapuh, sehingga sangat penting bagi orang tua untuk memberikan dukungan di setiap fase toilet training sehingga harga diri anak menjadi lebih kuat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melakukan proses toilet training terdapat kemungkinan hubungan orang tua dan anak menjadi tegang. Orang tua dan anak dapat fokus pada kegiatan toilet training yang menyenangkan bersama dan membangun rasa saling percaya dan kerja sama yang lebih baik lagi. Anak dapat menggunakan waktu ini untuk membangun self-esteem yang lebih positif, dan apabila dalam prosesnya anak terus mengalami kemunduran atau gagal, orang tua harus tetap memahami dan memberikan dukungan kepada anak. Orang tua harus mencegah anak dari merasa gagal, menjaga kepercayaan diri dan self-esteem anak agar tetap tinggi.

  1. Diapers

Apabila anak mulai menunjukkan kemampuan untuk mengontrol diri di siang hari, orang tua dapat mulai bereksperimen dengan membiarkan anak bermain di rumah tanpa menggunakan popok dan popok hanya digunakan pada malam hari.

  1. Night Time Bladder Control

Meskipun anak mampu untuk mengontrol diri di siang hari atau saat tidur siang, kontrol kandung kemih malam hari biasanya memakan waktu beberapa bulan hingga tahun setelah toilet training siang hari selesai dilakukan. Hal ini dikarenakan siklus tidur perlu dimatangkan agar anak dapat terbangun pada waktunya untuk buang air kecil. Jika anak mampu bekerja sama, orang tua dapat mendorong anak agar tidak buang air kecil di tempat tidur dengan secara rutin ke kamar mandi sebelum tidur atau menyediakan kursi toilet di dekat tempat tidur untuk memudahkan akses. Mengompol terus-menerus sampai usia sekolah menunjukkan masalah yang membutuhkan bantuan profesional.

  1. Regression

Kemunduran selama proses toilet training (misalnya anak mulai menahan buang air besar atau bersikeras memakai popok setelah belajar menggunakan toilet) mungkin terjadi apabila anak didorong terlalu keras atau terlalu cepat, atau jika terdapat krisis di keluarga yang cukup signifikan dan mempengaruhi perkembangan anak (misalnya adanya saudara baru, rumah baru, atau menggunakan jasa baby sitter baru). Regresi adalah bagian normal dari proses toilet training dan bukan merupakan bentuk kegagalan. Regresi harus dilihat sebagai langkah mundur sementara ke tempat yang lebih nyaman. Sering kali regresi membingungkan dan membuat marah orang tua sehingga membuat orang tua mengungkapkan kecemasannya dan memberikan tekanan yang lebih kepada anak. Orang tua perlu menerima kemunduran ini dan memperkuat perilaku toilet training.

Setiap orang tua dan anak memiliki fase masing-masing dan tidak ada waktu tertentu yang tepat bagi semua orang tua dan anak. Oleh karena itu, Anda dapat memulai toilet training pada saat Anda merasa itu adalah waktu yang tepat bagi Anda dan anak Anda. Proses toilet training membutuhkan konsistensi sehingga apapun yang terjadi, meskipun anak Anda menunjukkan kemunduran, berikan semangat dan terus konsisten untuk melatih mereka. Apabila Anda mengalami kesulitan, Anda dapat meminta bantuan profesional dengan menghubungi Lembar Harapan.

Reference:

  • Stadtler, A. C., Gorski, P. A., & Brazelton, T. B. (1999). Toilet training methods, clinical interventions, and recommendations. Pediatrics, 103 (Supplement 3), 1359-1361.
2021 © All Rights Reserved. LembarHarapan.id